Diversion

627 92 41
                                    

Abigail tidak tau bahwa jika dia tengah menjadi pusat perhatian para pendatang maupun pengunjung bandara disana, penampilannya yang cantik memang tidak bisa diabaikan begitu saja. Namun, si pusat perhatian sama sekali tidak menyadari lantaran hanya termenung sembari menunggu 'mereka' yang akan sampai malam ini. Di salah satu kursi yang sudah tersedia, wanita itu tidak beranjak ataupun bergeming.

Satu kakinya yang disilangkan di atas kaki satunya, kedua tangannya bertaut diletak di atas paha. Manik ungunya memandang kosong ke depan. Tentu saja ia bukan hanya melamun.

"Sebenarnya apa yang aku lakukan?" ia menghela napas panjang, menatap langit-langit bangunan. "Kenapa akhir-akhir ini aku merasa ragu?" alisnya bertaut rumit. Bimbang dengan keputusannya, Abigail berdecak.

"Kenapa baru sekarang?" mengacak rambutnya frustasi, sanubarinya terusik karena memikirkan banyak hal. Ia menoleh ke samping lalu bangkit dari duduknya saat melihat 'mereka' yang sudah di depan mata. Melambai ke arahnya. "Akhirnya datang juga"

Kaki jenjangnya bergerak terburu-buru, membalas lambaian suami dan anaknya yang tampak membereskan beberapa barang bawaan mereka. "Luca!!"

"Abigail, sudah lama menunggu?" pria itu memeluk singkat istrinya.

"Tidak kok"

"Ibu, aku ngantuk" Lucius menguap lebar, Abigail terkekeh geli melihat putra bungsunya berdiri dengan rambut acak-acakan. Mengelus surai ungu anaknya.

"Kau duluan saja ke mobil, nanti akan ibu bangunkan jika sudah sampai" pemuda itu mengangguk dengan mata setengah terbuka, ia mengambil kunci mobil yang disodorkan ibunya. Namun sebelum melangkah ia menoleh dengan wajah datar.

"Jangan sentuh ibu berlebihan ayah, aku tidak terima kalau ayah menyentuh ibu dengan pikiran mesum mu itu!"

"Bilang saja kau iri dasar gak laku" Luca tersenyum remeh.

"Aku bukan gak laku, hanya pemilih" ujar Lucius sok cool, bersidekap dada menyembunyikan raut malu. "Ibu, Rey dan kakak ada di mansion kan?" Abigail mengangguk dengan senyuman.

"Baiklah, aku ke mobil. Gara-gara ayah mimpi indahku jadi hancur"  Lucius berjalan menarik dua kopernya menjauh dari sepasang suami istri itu.

"Anak durhaka" Luca berujar kesal.

"Sudahlah, ayo kita pulang. Kau lelah kan?" tutur Abigail sambil memeluk lengan suaminya. Menyandarkan kepalanya di bahu pria itu.

"Ya.., perjalanan berjam-jam membuat seluruh tenagaku habis" tersenyum lembut, Luca mengelus kepala istrinya.

"Kenapa tidak menyuruh orang-orang mu saja?"

"Tidak apa, aku hanya ingin melakukan semuanya sendiri. Hei, kau tampak cantik sekali malam ini" pujian Luca membuat Abigail mengulum senyum manis diam-diam, sedikit menyelundupkan wajahnya yang memerah.

Wanita itu memang sengaja berdandan karena ingin tampil cantik saat menyambut suaminya. Tapi siapa sangka Luca yang biasanya enggan memuji malah memberikannya disaat pelepasan rindu seperti ini?

Abigail bersemu. Berdeham singkat.

"Kau memuji jika ada maunya, ada niat apa kau?"

"Hehe," Luca memeluk manja istrinya. "Kita sudah tidak bertemu selama empat bulan, jatahku hampir tidak ada. Boleh kan sayang?"

"Bermimpilah kau wahai buaya, untuk saat ini aku sibuk. Jangan lupa dengan rencana kita"

"Yah, sudah ku duga"

***

Di dinding sebuah kamar yang cukup luas, tampak foto-foto terpajang rapi di permukaannya. Satu persatu foto baru ia tempelkan di permukaan ruang kosong dinding itu, foto seseorang orang yang sangat ia sukai.

VERGADERINGWhere stories live. Discover now