Emphasis

675 99 95
                                    

"Ibu sudah jelaskan mengenai apa saja peraturan ujian yang akan kalian hadapi besok, ibu harap masing masing dari kalian dapat membuat nama sekolah kita dikenal diluar sana, jangan lupa untuk belajar dengan giat ya, karena ini adalah penentuan bagi kalian"

"Baik bu" para siswa menjawab serentak.

"Permisi" wanita yang sudah berusia 30an itu berjalan menuju keluar kelas, setelah guru itu pergi para siswa kembali melanjutkan aktivitasnya. Hari ini adalah hari terakhir mereka bersekolah seperti biasa, maka khusus hari ini diberikan jam kosong untuk berbagi canda tawa sebelum perpisahan menyapa.

Manik permata itu melirik ke samping, dimana seorang pemuda dengan surai hitam yang terus sibuk dengan bukunya, bahkan hingga sekarang hubungan mereka tidak bertambah dekat namun semakin jauh.

Jika biasanya saat pagi mereka sudah bercanda tawa tetapi sekarang bahkan sudah berhari hari lamanya tidak ada satupun kalimat itu keluar dari masing masing mulut.

"Lucas" gadis itu memanggil dengan hati hati. Lucas hanya melirik melalui ekor matanya, sama sekali tidak menghiraukan ataupun memperdulikan panggilan itu.

"Ki-kita ke kantin yuk" ucapnya gugup setengah semangat.

"Tidak, kau pergi saja sendiri" Lucas menjawab ketus, membuat gadis itu kembali murung.

Padahal semenjak kejadian itu Athanasia selalu berusaha untuk mendekatkan kembali hubungan mereka.

Kenapa harus Lucas yang kehilangan ingatannya? Kenapa Lucas harus melupakannya? Athanasia sudah tidak kuat, mau bagaimanapun, Lucas satu satu nya orang yang bisa membuatnya kembali tersenyum.

"Athanasia~ " gadis itu menoleh.

"Cabel, ada apa?" memposisikan duduknya menghadap pemuda itu yang berdiri di belakang bangkunya. Lucas hanya diam tidak tertarik Sama sekali.

"Kau tidak bawa bekal kan? Kebetulan aku dan Helena membawanya loh, jika kau mau kami bisa--astaga!" baru tersadar, kedua tangan pria itu bergerak hati hati saat melihat mata Athanasia tampak membengkak.

Memang tidak ada yang tau karena gadis itu menggunakan riasan untuk menutupinya, tetapi Cabel adalah orang yang teliti. Tentu dia akan menyadari saat melihatnya dari dekat.

"Matamu kenapa?! Merah begini! Kau sakit?" ujar Cabel khawatir, karena suara Cabel yang sedikit meninggi Helena dan Ijekiel menghampiri mereka.

"Ada apa?" Helena bertanya.

"Ini mata--"

"Tidak papa, kau terlalu berlebihan, Cabel" senyum paksa terlukis di bibirnya, maniknya menyorot kelu. "Aku baik baik saja" Helena mengangguk setuju.

"Aku kira ada apa, bagaimana kalau kau ikut dengan kami, kebetulan aku membawa bekal lebih loh" Gadis dengan surai coklat itu menarik lengannya pelan. Untuk saat ini Athanasia sama sekali tidak tertarik pada apapun, badannya lemas tidak bertenaga.

"....Baiklah"

"Lucas kau mau ikut?" Cabel menepuk bahu nya, namun si empu hanya diam tidak bersuara, membuat mereka kebingungan.

"Lucas, kau kena-"

"Cabel, mungkin Lucas masih butuh waktu. Karena dia baru saja sembuh" Athanasia menatap hampa punggung itu, tidak ada lagi senyum yang tadi ia perlihatkan. Cabel yang tidak tau apapun mengernyit, menatap ragu.

Memang tidak ada yang tau mengenai hal ini, sengaja dirahasiakan karena mungkin akan menyebabkan semuanya semakin rumit bila orang baru mengetahui semuanya.

'Bukankah dia hanya demam?' -batin Cabel.

Tidak terlalu memikirkannya ia berjalan meninggalkan Lucas sendiri, tanpa mereka sadari, Lucas terus menahan kesal. Berdecih dalam hati.

VERGADERINGWhere stories live. Discover now