10 - Jealous(?)

80K 8.8K 391
                                    

◌⑅⃝●♡⋆🦋HAPPY READING🦋⋆♡●⑅◌



"Non Ellie, makan dulu, yuk!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Non Ellie, makan dulu, yuk!"

Ellie yang tengah melamun di ayunan yang ada di halaman depan rumah itu menoleh pelan.

"Nanti ya, Bik."

Bi Atun yang berdiri di ambang pintu berjalan mendekati Ellie. Wanita paruh baya itu memegang kedua bahu Ellie lembut. Setelah kedua sahabat Ellie pergi tadi, bi Atun dapat mendengar suara tangisan nonanya yang memilukan dari arah kamar. Dan setelah itu semua, yang dilakukan Ellie hanya melamun, mencari tempat nyaman dan sepi. Seperti keberadaannya saat ini.

"Non nanti sakit, loh. Udah hampir tiga hari gak makan nasi, apa gak laper, Non?"

Ellie hanya menggeleng, menyenderkan kepalanya di tali besar ayunan. Pandangannya lurus menatap kupu-kupu yang hinggap di kelopak bunga di hadapannya.

Bi Atun hanya menghela nafas sendu. Ia mengusap sayang rambut Ellie, lalu mengecup pelipis gadis itu. "Non yang kuat, ya. Bibi siap rawat Non Ellie seperti orang tua Non sendiri."

"Makasih, Bik," lirih Ellie yang pandangannya tak menoleh sedikit pun.

Kreet!

Kedua wanita itu menoleh ketika mendengar suara gerbang rumah Ellie terbuka.

"Ellie."

Ellie langsung berdiri begitu tau itu adalah Ravin. Mereka saling pandang dalam jarak yang jauh, sebelum akhirnya Ellie berlari memeluk Ravin erat dan menangis.

Ravin menerima pelukan Ellie. Cowok itu mengusap punggung Ellie yang bergetar naik turun. Ia bisa merasakan tubuh rapuh gadis di pelukannya itu.

Ravin baru saja pulang setelah mengunjungi rumah neneknya yang berada di Padang. Cowok itu langsung menuju rumah Ellie ketika ibunya mengatakan bahwa orang tua Ellie meninggal dunia.

"Ellie, maafin gue yang gak dateng kemarin," ucap Ravin lirih. Ia merasa tak enak karena tidak ikut melayat. Padahal orang tua Ellie sangat baik kepadanya.

Ellie hanya menangis terisak. Saat ini yang ia butuhkan adalah pelukan. Mungkin memeluk Ravin, orang yang ia cintai mampu membuat hati Ellie tenang.

"Ellie gak kuat, Kak."

"Sstt. Lo harus kuat, Ell. Lo satu-satunya harapan kedua orang tua lo. Jangan kecewain mereka, ya?" Ravin mengendurkan pelukannya. Ia membekap pipi Ellie, lalu mengusap air mata gadis itu. "Semangat."

BRATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang