20 - Hbd, Honey

69.2K 8.7K 686
                                    

Setelah kejadian beberapa menit yang lalu, Ellie langsung membangunkan pak Anto untuk membantunya membawa Brata masuk ke dalam rumah. Pak Anto bahkan kaget karena mengira Brata adalah seorang maling yang pingsan karena dipukuli warga.

Saat ini Ellie sudah mengompres lebam dan membersihkan darah yang tercetak di wajah Brata. Ia juga tak lupa mengompres kening cowok itu, suhu badannya sangat tinggi. Ellie yakin Brata demam.

Ellie bersimpuh di samping sofa di mana terdapat Brata yang sedari tadi belum menunjukkan tanda-tanda sadar. Gadis itu menguap, jam menunjukkan pukul satu dini hari. Dan Ellie sama sekali belum tidur karena bingung harus apa ia sekarang.

Tangannya menompang dagu, matanya menatap Brata yang terpejam. Tadi, Ellie tak salah lihat kan warna bola mata Brata? Warnanya biru, bukan lagi coklat saat ia mengenal Brata dengan nama Adamar. Atau mungkin cowok itu menggunakan soflen?

Apa kak Brata ini yang dimaksud Silva? Yang direhabilitasi? Pemakai?

Pandangannya kini tertuju pada cincin yang tadi Brata tunjukkan. Cincin itu sama sekali belum keluar dari kotak beludru. Ellie bahkan belum berani menyentuhnya. Ia masih menunggu Brata bangun untuk menjelaskan mengapa cowok itu tiba-tiba melamarnya.

Lagi-lagi Ellie menguap. Gadis itu memutuskan berdiri dan tak lupa membenarkan letak bed cover yang menyelimuti tubuh Brata. Lantas Ellie berjalan menuju sofa seberang. Dirinya memilih untuk ikut tidur di sana yang berhadapan langsung dengan Brata yang hanya dipisahkan oleh meja. Mata Ellie perlahan mulai terpejam, semoga pagi nanti ada kejelasan tentang ini semua.

****

"Kak?" Ellie mengguncang pelan bahu Brata, berniat untuk membangunkan cowok itu. Hari sudah pagi, dan untungnya ini hari Minggu. Jadi Ellie tak perlu repot-repot untuk bersiap ke sekolah.

Brata menunjukkan respon lewat tolehan kepala. Kening cowok itu terlihat mengernyit, tetapi matanya tetap terpejam.

"Kak Brata~"

"Udah pagi nih~"

Suara Ellie mendayu-dayu seiring guncangannya pada bahu kekar Brata.

Brata perlahan membuka mata. Cahaya terangnya lampu berhasil membuat cowok itu meringis karena merasakan silau sekaligus kepalanya sakit.

"Pusing, ya?" celetuk Ellie membuat Brata yang baru saja bangun itu terjengkit kaget.

Brata mengerjap, keningnya mengernyit bingung, bagaimana bisa ada Ellie di hadapannya sekarang? Lalu cowok itu pun teringat lamarannya semalam, lantas ia langsung bangkit merubah posisinya menjadi duduk.

"Ellie buatin teh hangat dulu, biar pusingnya reda." Ellie hendak melenggang pergi ke dapur, tetapi langkahnya terhenti saat Brata mencegahnya dengan menggenggam tangan gadis itu.

Ellie menoleh, ia dapat melihat tatapan Brata yang melemah.

"Ellie. Soal semalam, saya belum sempat mendapatkan jawaban dari kamu," cicit Brata mendunduk. Cowok itu hanya berani menatap tangan Ellie yang ia genggam.

Ellie terdiam cukup lama. Dan itu berhasil membuat Brata semakin gelisah memikirkan bagaimana jika Ellie menolaknya begitu saja?

"Kak. Ini, terlalu tiba-tiba," ujar Ellie pelan. "Kita belum saling kenal, Kak."

Brata mendongak memberanikan diri menatap Ellie. "Kita udah saling kenal lama, Ellie," tuturnya teramat dalam.

"Kita cuma saling kenal nama," ralat Ellie mengingat dirinya dan Brata berkenalan di pantai Bali beberapa hari yang lalu.

BRATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang