38 - BREAK UP(?)

51.2K 6.4K 1.2K
                                    

****


"Ma, apa kanker otak bisa sembuh?"

Fiona menatap anaknya dengan tatapan tak terbaca. Namun, wanita paruh baya itu berusaha untuk menampilkan senyum. "Bisa, Ellie. Kalo nenekmu berusaha, pasti nenekmu bakalan sembuh dari penyakitnya."

Ellie, gadis berusia lima belas tahun itu terdiam. Tangannya kini terangkat untuk menyangga tubuhnya di dinding kaca yang membatasinya dengan seseorang di dalam ruang inap rumah sakit. Matanya menatap tubuh seorang wanita lansia yang kini terbaring lemah di atas brankar.

"Tapi setau Ellie, penyakit kanker otak susah buat sembuh, Ma. Ellie takut ... Ellie takut nenek ninggalin Ellie," lirih gadis itu mengulum bibirnya menahan sesak.

Fiona yang berada di samping Ellie perlahan menarik anaknya ke dalam pelukan. "Mungkin setau kamu memang susah buat sembuh, tapi gak ada yang tau rencana Tuhan, Sayang."

Ellie hanya diam. Setelah kehilangan kakeknya, apakah ia juga harus kehilangan sang nenek hanya karena penyakit? Nenek yang amat ia sayangi dan yang paling mengerti apapun hal kecil tentang Ellie. Rasanya dunia Ellie mungkin akan hancur jika orang yang disayangi diambil lagi oleh Tuhan.

"M-Ma, nenek kenapa?" Ellie tiba-tiba panik ketika melihat tubuh neneknya mengalami kejang-kejang yang hebat.

Sontak Ellie berlari masuk membuat Fiona ikut menyusul dengan khawatir.

"Nenek!" Air mata Ellie keluar melihat tubuh ringkih neneknya yang kini tak lagi bergerak setelah mengalami kejang. Terdengar suara nyaring alat EKG yang menunjukkan garis hijau lurus. Lantas dokter dan beberapa suster masuk dengan terburu untuk mengecek kondisi nenek Ellie.

"Nenek ... jangan tinggalin Ellie," cicit Ellie terisak sembari tangannya menggenggam erat tangan keriput sang nenek.

"Bagaimana kondisi ibu saya, Dok?" tanya Fiona lirih.

Dokter yang tadi mengecek kondisi nenek Ellie melepas stetoskop yang ada di telinganya. Pria itu tampak membuang nafas berat dan menggeleng. "Ibumu sudah tak bernyawa. Hari ini, Tuhan memanggilnya untuk kembali."

Fiona membeku, matanya langsung memanas dan mengeluarkan air mata. Bahkan Ellie yang paham dengan ucapan dokter itu pun menangis kencang, gadis itu langsung memeluk sang nenek erat dengan berteriak menolak kepergian neneknya.

"Nenek, bangun! Jangan tinggalin Ellie ...." Ellie menangis deras, tangannya mencengkram kain yang membaluti tubuh neneknya erat.

"Ellie gak mau kesepian, Nek ... Ellie gak mau sendirian. Ellie sayang sama Nenek, Nenek gak boleh pergi ninggalin Ellie. Nenek bangun, please ...."

Ellie menunduk. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Bahunya kembali bergetar mengingat kepergian sang nenek beberapa tahun yang lalu.

Kenapa takdir hidupnya seperti ini? Di umurnya yang ke empat belas tahun, kakeknya meninggal akibat kecelakaan. Setelah itu, satu tahun kemudian neneknya ikut menyusul karena menderita penyakit kanker otak stadium 4. Dan di umurnya yang ke enam belas tahun, ayah dan ibunya ikut pergi meninggalkannya selamanya. Lalu setelah ini siapa lagi?

Brata? Membayangkan itu membuat Ellie tambah terisak. Sekarang Brata satu-satunya orang yang selalu ada untuk Ellie. Ellie bahkan sudah jatuh sejatuh-jatuhnya pada cinta yang Brata bangun. Ketakutan terbesar Ellie apakah harus terulang kembali? Kehilangan sosok yang sangat berarti karena penyakit yang sosok itu derita.

"Ya Tuhan, aku trauma kehilangan orang yang aku sayang," lirih Ellie mengusap air matanya pelan.

Ia mendongak, menatap lurus hamparan langit malam yang tampak gelap tanpa adanya bulan dan bintang. Apakah mungkin langit itu menggambarkan kondisi dari sosok Brata? Brata menganggapnya bintang dan bulan yang bisa menyinarinya dalam kegelapan. Namun, saat ini sinar itu tak ada untuk menyinari. Langit malam itu tampak mendung, sebagai pertanda bahwa Brata mungkin sedang tidak baik-baik saja.

BRATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang