54 - I WANT TO DIE FOR YOU

23.4K 3.1K 159
                                    

Tengah malam Ellie dibuat terbangun dari tidurnya akibat mendengar sebuah suara berisik yang berasal dari arah luar. Gadis itu lantas bangun tanpa menghidupkan lampu. Kakinya melangkah untuk mengintip dari balik gorden jendela balkon.

Alisnya mengernyit. Dari jauh, di arah gerbang dengan pencahayaan Tamaram. Ia bisa melihat siluet tubuh seseorang yang tengah memukul-mukul sebuah botol kaca dengan besi gerbang rumahnya. Sepertinya orang itu memang niat untuk membangunkan Ellie.

Ellie segera berlari menuruni tangga rumahnya untuk menghampiri orang misterius tersebut. Gadis itu tanpa mau mengendap-endap, ia malah berjalan mendekat dan langsung menunjukkan diri.

"Siapa lo?!" tanya Ellie tajam.

Yang ditanyai malah hanya menatap Ellie datar. Wajahnya tertutup sebuah buff full face, yang hanya memperlihatkan matanya saja membuat Ellie sulit mengenali orang itu.

PRANG!!

Ellie terkejut mendengar suara pecahan botol kaca yang baru saja laki-laki itu lemparkan ke dalam halaman rumahnya. Terdapat sebuah gulungan kertas di dalam botol kaca yang sudah pecah itu.

Laki-laki di hadapan Ellie yang terhalang oleh gerbang itu menjulurkan tangannya dan mencengkram pipi Ellie kuat.

"Time to meet death," ucapnya terdengar berat dan tak begitu jelas. Suaranya seperti dibuat-buat supaya tidak mudah dikenali.

Nafas Ellie memburu. Ia menepis tangan laki-laki di hadapannya. "Lo yang lebih dulu mati, Badebah!"

Laki-laki itu tertawa. Mata coklatnya kini berubah tajam. "Kita lihat nanti."

Itu adalah ucapan terakhirnya sebelum ia pergi meninggalkan Ellie menggunakan motor Kawasaki ninja 250R-nya yang terparkir di depan gerbang.

Tangan Ellie terkepal melihat kepergian laki-laki misterius itu. Ia lantas menoleh ke belakang dan mengambil sebuah gulungan kertas yang berada di dalam botol kaca yang pecah tadi.

Mari bertemu di bangunan tua hotel Elegance, Minggu depan untuk membalaskan dendammu.

Ellie terdiam setelah membaca deretan kalimat di dalam kertas itu.

Apa ini waktunya?

"Tapi ...."

Ellie menatap ke depan, tepatnya ke arah rumah Ravin yang tertutup dan begitu gelap akibat lampu teras yang biasanya nyala kini padam.

"Mata kalian bener-bener mirip," gumam Ellie mencengkram kertas di tangannya. Setelah melihat bola mata coklat orang yang melemparinya botol tadi, Ellie langsung bisa menebak jika mata itu seperti mata Ravin.

****

"Pasang perangkap di hotel tua Elegance secara rapih."

Seorang laki-laki misterius itu menginterupsi beberapa anak buahnya melalui telepon. Ia pun mengakhiri sambungannya setelah dirasa sudah cukup.

"Apa lo serius mau akhirin semuanya secepat ini?" Alenzio yang bersama laki-laki misterius itu pun, bertanya.

"Ya. Gue gak ada waktu buat ngulur semua ini lebih lama lagi. Karena gue mau, Ellie mati dengan segera. Tanpa berlama-lama menikmati udara segar yang ada di bumi."

"Lo terlalu kejam kayak bokap lo."

"Nyawa harus dibayar nyawa, bukan?"

"Tapi keluarga lo paling banyak habisin nyawa dari keluarga Geotama."

"Karena satu nyawa gak cukup buat bayar nyawa bokap gue yang udah meninggal," cetus laki-laki itu membuat Alenzio langsung terdiam.

Mungkin dengan berakhirnya nyawa Ellie setelah kalah dalam pembalasan dendam ini, keluarga Geotama tidak akan memiliki lagi sebuah keturunan. Dan dari situ, kemungkinan besar harta yang dimiliki Ellie akan jatuh ke tangan keluarganya. Membayangkan hal itu membuat Alenzio tersenyum culas.

****

"Kak Brata!"

Brata yang tengah melepas jaketnya di dalam markas ZELVAROS itu menoleh ketika mendengar suara Ellie berteriak memanggilnya.

"Don't run!" Cowok itu sigap menahan Ellie saat gadisnya yang baru saja memanggilnya dengan berlari itu hampir saja jatuh akibat lantai yang licin.

Mata Brata menajam. "Hati-hati," ujarnya dan membawa Ellie menjauh dari lantai licin tersebut.

"Ada apa?" tanyanya setelah membiarkan Ellie duduk di sofa ruang berkumpul.

"Ada sesuatu yang harus kamu lihat," ucap Ellie merogoh saku jaket kulitnya dan memberikan Brata surat yang semalam ia dapat.

Brata membaca surat itu. Ekspresinya seketika berubah dan menatap Ellie bingung. "Kamu dapet dari siapa?"

"Semalem ada yang dateng ke rumah dan ngelemparin botol isinya kertas itu."

"Dua kali aku ketemu dia. Dan aku yakin, dia ketua TREVICK'S yang papah maksud."

"Ravin?" tebak Brata.

Ellie menggeleng. "I don't know. Tapi matanya mirip. Dan, makam kemarin itu belum bisa dipastiin kalo itu makam yang Ravin kunjungi, bukan? Siapa tau, ada orang lain yang ngunjungin makam itu."

"Sekarang aku tanya, apa pernah kamu ketemu ayah Ravin selama ini?"

Terdiam, Ellie mencoba untuk mengingat-ingat. "Pernah. Dulu waktu pertama kali papa kenalin aku ke kak Ravin, di sana ada ayahnya."

Bagaimana bisa? Brata pikir, Ravin hanya beralibi bahwa Raymond adalah pamannya kepada Ellie. Jadi apakah makam Raymond bukanlah makam yang Ravin kunjungi kemarin? Lantas siapa yang berhasil menaburi bunga di atas pemakaman pria itu.

"Minggu depan ...," gumam Brata. "Kita harus persiapin semuanya dengan baik."

"Aku mau sendiri."

Brata langsung menatap Ellie tajam. "Balas dendam sendiri? Jangan bercanda! Aku gak akan biarin kamu sendirian, ini bahaya, Ellie."

"Terus aku biarin kamu ikut dalam kondisi kamu yang gak sehat?" tutur Ellie balik menatap Brata.

Brata mengangkat satu alisnya ke atas. "Kamu khawatirin aku yang penyakitan ini? Khawatir kalo aku bakalan ngerepotin?"

Ellie menggeleng. Digenggamnya tangan Brata erat sedangkan sang empu membuang nafasnya panjang.

"Aku khawatir kamu kenapa-napa. Di sini dia cuma punya urusan sama aku. Jadi cukup aku yang turun tangan dan selesain ini semuanya sendiri, Kak."

"Urusan kamu juga urusan aku, Ellie. Aku udah pernah bilang, aku yang bakalan bertanggung jawab atas hidup kamu, bukan?"

"Aku gak peduli aku sakit. Bahkan aku rela mati buat kamu," lanjut Brata.

Anggap saja Brata terlalu buta akan cinta sehingga rela mati untuk Ellie. Tapi ini adalah tugasnya dari awal yang Tama berikan. Menjaga dan melindungi Ellie dalam keadaan apapun. Sehingga jika Ellie dalam kondisi bahaya, dirinya lah yang harus menjadi benteng yang bisa melindungi gadisnya. Dan jika Ellie terluka, dirinya yang harus bertanggung jawab. Brata lebih takut jika dirinya mengingkari janji yang pernah ia dan Tama ucapkan.

Brata memegang kedua bahu Ellie dan menatapnya lekat. Dibalas Ellie dengan tatapan yang tak terbaca. "Seorang laki-laki gak akan bisa hidup tenang jika sesuatu buruk terjadi pada gadisnya. Tugas aku dari awal untuk bisa jaga dan lindungin kamu. Sekalipun aku lengah, sama aja aku ngelanggar janji aku ke om Tama."

"Trust me. Kita bisa bekerja sama dalam misi pembalasan dendam ini," imbuhnya.

Bahu Ellie meluruh. Gadis itu menghembuskan nafas panjang dan mau tak mau mengangguk. Jika ia terus memaksa Brata agar tidak ikut campur, cowok itu pasti akan tetap kekeuh dengan pendiriannya.

"Kita perlu rencana."

****

- t b c -

aku mau double up. Jangan lupa buat vote dan ramein komentar ya!!😻🫶🏻



BRATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang