29. Mereka Dua Orang Yang Berbeda

276 63 5
                                    

Aku mengusap peluh keringat yang membasahi dahiku. Buku diary yang ku khususkan untuk menulis perjalanan baruku di lembar baru ini.

Tapi entah mengapa, ketika aku terlalu memaksakan membuka hatiku untuknya, rasanya begitu sakit. Benar kata pepatah, cinta itu tidak bisa di paksakan tapi dia akan datang dengan sendirinya melalui bentuk kenyamanan yang ada seiring berjalannya waktu. Entah kenapa, ketika aku sudah merasakan apa itu cinta, kenapa melibatkan soal kekecewaan?

Dear semesta....

Ini rumit sekali, kata 'Cinta' membuatku pikiranku bergelud dengan perasaan.
Mencari siapa pemilik hati yang sesungguhnya..

Aku langsung menutup buku diary-ku, masa lalu. Kenapa jadi melibatkan masa lalu? Aku harusnya sadar, mereka adalah dua orang yang berbeda, jadi jangan sekali - kali aku menyamakannya.

Bukankah sudah lama sekali sang pemilik hati sudah ku temukan? Ketetapan hati sudah terjawab, mengapa secuil di hati ini masih begitu ragu untuk mengungkapkannya?

**********

Seantero SMA Taruna Bangsa di gemparkan dengan foto - foto yang beredar di mading serta di tulisan berukuran besar terpampang jelas di sana. Serta berita tentang keluarga Alecia yang mengalami kebangkrutan.

GAYANYA ELIT, EKONOMINYA SULIT.
GAPUNYA DUIT, AKHIRNYA SAMA OM - OM BUAT BAYAR UTANG YANG MELILIT. Kasian banget sih.

Aku memandangnya tak percaya, beberapa foto Alecia yang sedang bersama om - om. Jadi selama ini? Terdapat juga foto rumah kumuh yang di sebut - sebut milik Alecia. Dan aku masih tidak percaya.

Tunggu, siapa yang menempelkan foto - foto ini dan menyebarkan berita Alecia? Dan apa alasannya?

Tiba - tiba, Alecia menarikku ke tengah lapangan. Apa - apaan ini?

"Dasar cewek sok suci!" sentak Alecia.

Aku melotot tidak terima.

"Maksud lo apa?! Bukannya lo ya, yang selama ini sok suci, hah?!" tanyaku sambil tersenyum miring.

Para siswa yang menonton mulai bisik - bisik tetangga. Alecia tidak tinggal diam, ia menamparku sekilas.

"Kok main tangan? Ke sindir ya?!"

"Sialan lo!"

"Tujuan lo apa nyeret gue ke tengah lapangan gini?" tanyaku.

Alecia memandangku penuh dendam, lalu bertepuk tangan beberapa kali.

"Akting lo bisa juga ya di depan orang banyak gini. To the point aja ya, kenapa lo tega nyebarin berita yang nggak tau benar atau nggaknya hah?"

Aku tidak menjawab.

"Diem kan lo? Liat semua, Arin ini bukan sebaik yang kalian kira. Dia orang yang manipulatif--"

PLAK!

"Mulut lo di jaga, gue nggak kaya lo yang suka ngurusin hidup orang. Lagian nggak penting juga nyebarin berita yang nggak ada faedahnya kayak gitu," ujarku dengan tenang.

"Gak usah ngeles deh lo, lo bener - bener manipulatif."

Aku melipatkan kedua tanganku, menghela napas.

"Gak ngaca lo? Nih ya, adik kelasku yang cantik. Kalo misalkan berita ini nggak bener kenapa lo terlihat marah banget?" tanyaku sengaja memancing.

Aku menutup mulutku."Oh apa jangan - jangan lo takut ya aib lo udah di sebarin ke warga sekolah? Dan yang lebih parahnya lagi, lo nyari pembelaan dengan cara nuduh gue yang nyebarin itu seolah - olah gue itu lebih buruk di banding lo, hm?"

Alecia menggeleng berkali - kali."J--jangan sok tau!"

"Takut ketauan kan lo?"

Alecia menunduk, kedua tangannya mengepal kuat.

Bisik - bisik kembali terdengar dari siswi - siswi yang sedang bergerombol menonton aku dan Alecia.

"DASAR SOK SUCI, SOK POLOS."

"HUUUUUUU."

"PARAH BANGET, PADAHAL MASIH KELAS 10."

"KASIAN SAMA ORANGTUANYA."

Aku beranjak pergi, meninggalkan kegaduhan yang Alecia sendiri ciptakan tapi tidak tahu siapa yang sebenarnya memulai ini semua.

********

Sore itu, awan mendung menyelimuti, tapi tidak turun hujan hanya semoilir angin yang sedikit kencang. Aku membuka jendelaku, membiarkan angin sejuk itu menerpa wajahku.

Aku menatap ke bawah, dan mataku langsung tertuju pada seseorang berhoodie abu - abu tersenyum ke arahku.

Senyuman yang dulu selalu aku rindukan, dan kini tinggal kenangan.

Dan ya, ketika aku sudah terbiasa tanpa kehadirannya dan sudah bisa tuk melupakan segala hal menyangkut tentang dirinya. Dia, datang lagi.

Setengah hatiku menyambut hangat untuk itu, dan setengahnya menolak akan hal itu.

Aku mati kutu, tidak tahu harus merespon seperti apa.

Semesta selalu punya kejutan.

*********

jeng - jeng - jeng.

tbc.

satu kata buat part ini?

see u.

For You, Ex! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang