49. Menyerah

220 50 26
                                    

"Tugas gue udah selesai, bahkan sekarang senyuman lo bukan buat gue lagi."

-Lingga Arshaka.

****

Dapat di katakan Lingga menyerah. Sungguh-sungguh menyerah. Dia merasa apa yang di lakukannya sudah cukup, karena semuanya sia-sia.

Gadis yang dua tahun lalu ia idam-idamkan, bukan sepenuhnya menerima dirinya sebagai kekasih. Mau berjuang sampai titik darah penghabisan pun bakalan percuma, pemenangnya adalah masa lalu gadis itu bukan dirinya.

Cowok itu mengusap rambutnya kasar, rasanya seperti tidak rela, tapi mau bagaimana pun, cinta yang tak bisa di miliki ada baiknya harus di lepas bukan?

Di hadapannya, wajah gadis itu begitu sumringah ketika cowok itu mengajaknya ke sebuah taman malam hari. Karena, sudah beberapa saat mereka berdua tidak bertemu dan saling sapa.

Baru saja Lingga ingin mengatakan tujuan mengajak Arin ke sini, tangan gadis itu langsung melingkar di pinggang Lingga.

"Kangen,"

Suara lembut yang keluar dari mulut kekasihnya itu membuat Lingga berpikir seribu kali, apa dirinya bisa melepaskan Arin dan melihatnya bahagia tapi bukan bersamanya?

Karena rindu yang sudah begitu menggebu, Lingga membalas pelukan itu. Menyalurkan segala rasa cinta yang tak terkira. Cowok itu memejamkan mata, dia tersenyum kecut. Kisah cintanya harus berakhir dengan melupakan.

Dengan berat hati, Lingga melepas pelukan itu. Manik matanya menatap lamat-lamat gadis di hadapannya yang kini menggenggam kedua tangannya.

"Lo tau 'kan gue sayang banget sama lo?" tanya Lingga.

Arin tersenyum lalu mengangguk.

"Kenapa tanya gitu?"

Lingga melepas genggaman tangan Arin membuat gadis itu sedikit tersentak dengan perlakuannya.

"Kita putus ya?"

"Hah? Lo bercanda?" tanya balik Arin.

"Buat apa gue bercanda soal perasaan? Ucapan gue emang nggak jelas ya? Gue mau kita putus." balas Lingga.

Arin mengatur napasnya."Alasannya?"

"Hubungan kita nggak searah,"

"Maksud lo?"

"Lo nggak sepenuhnya cinta sama gue, Rin. Hati lo masih ada Zean." Lingga menaikkan nada bicaranya. Cowok itu berusaha meredamkan emosinya.

Arin menggeleng."Ngga.." bahu gadis itu bergetar.

"Selama ini lo nggak sadar soal perasaan lo sendiri? Oh pantes, itu ngebuat lo jadi nggak tau perasaan orang seperti apa." ujar Lingga seraya berdecih. Sedangkan gadis itu hanya membisu, membiarkan Lingga mengeluarkan isi hatinya.

Tangan cowok itu memegang bahu Arin yang bergetar.

"Gue nyerah, Rin. Buat apa gue berjuang? Sedangkan gue tau, tokoh utama dalam hati lo itu Zean, bukan gue." Lingga menarik napasnya kemudian melanjutkan ucapannya."Lo bahkan terbiasa tanpa kehadiran gue akhir-akhir ini, tapi lo nggak bakal bisa 'kan, kalo Zean jauh dari lo?"

"Sekarang, tugas gue udah selesai, Rin. Senyuman lo bukan tujuan gue lagi, meski dulu adalah segalanya buat gue. Terima kasih telah menjadi penerang dalam hidup gue yang penuh dengan masalah. Senang bertemu dengan manusia baik kaya lo, Rin..."

Derai hujan membasahi kedua insan itu, membuat Lingga yang kini menangis nyaris tak terlihat seperti sedang menangis.

Gadis itu terisak, lalu menubrukkan kepalanya di dada bidang cowok itu. Di bawah guyuran hujan itu, Arin menyadari kesalahan terbesarnya. Betapa bodohnya dirinya, sejauh mana Arin menyakiti hati cowok yang kini bersamanya?

Arin tahu, Lingga benar-benar terluka, kecewa, dan itu karenanya.

"Ngga, Maaf..."

"Lo berhak bahagia, Rin." Meski bukan gue yang bikin lo bahagia.

"Tapi dengan cara ini, lo sama aja nyakitin diri lo, Ngga. Gue janji bakal--"

"Cinta nggak bisa di paksain. Andai aja di dunia ini cinta bisa segampang itu, maka nggak akan ada orang yang patah hati. Tapi, ini realita, Rin. Bukannya cinta itu nggak harus memiliki ya? Kalau udah waktunya di lepas, ya di lepas. Dan kita harus ikhlas," tutur Lingga panjang lebar seraya menjauhkan tubuhnya.

"Gue se-jahat itu ya, Ngga?"

Lingga menggeleng, meyakinkan Arin."Nggak, Lo nggak jahat."

"Ngga, maaf..."

"Lo nggak salah, perasaan kita yang sama-sama salah. Kembali-lah ke Zean, Rin. Dia semesta lo, bukan gue..."

Arin memeluk Lingga lagi, membuat cowok itu langsung mempererat pelukannya."M-makasih, Ngga..."

"Terima kasih juga telah mengizinkan gue mengukir kisah singkat namun begitu indah, tuan putri." bisik Lingga.

Perlahan, Arin melepas pelukan itu lagi.

"Lo juga harus bahagia, oke? Sama Nata," ujarnya.

Lingga terkekeh."Itu pasti, tapi bahagia gue bukan sama Nata. Dia cuma sahabat, nggak lebih."

Di bawah guyuran hujan ini, Lingga akhirnya paham akan ucapan Arin beberapa waktu lalu. Tentang hujan yang selalu turun dengan membawa kenangan yang nantinya tidak bisa di lupakan, dan ternyata benar meski kenangan itu menyakitkan baginya.

Meski begitu, Lingga sangat bersyukur sekali bisa bertemu Arin dalam hidupnya. Gadis yang memperkenalkannya apa itu cinta, itu termasuk serpihan kenangan indah, menurutnya. Meski kisahnya harus selesai karena dirinya kalah dengan dengan masa lalu gadis itu.

****

Pada tanggal 19 Oktober 2021, kapal Arin-Lingga benar-benar karam😭

Gimana part ini menurut kalian?

Sebentar lagi ada konflik, tungguin aja yaa. HEHE

jangan lupa vote, spam next!!

see u, kapan" lagi yaa soalnya lagi galau mau milih lanjut SMA or SMK or MA😭😭

saran dong, para kakak"🤗🤗

For You, Ex! [END]Where stories live. Discover now