34. Pantai dan Tragedi

343 55 15
                                    

"Jangan jadi senja, buat orang yang enggak suka langit."

-arinaya shauka.

********

Sore ini Arin menghabiskan waktunya di hari minggu  bersama Lingga dengan pergi ke pantai, meski perkataan Arsya kemarin malam masih terngiang - ngiang di kepalanya.

Dengan memakai dress panjang tak berlengan berwarna hitam yang serasi dengan kaos yang di pakai oleh Lingga membuat keduanya menjadi sorotan publik.

"Gak usah lari - lari, nanti lo jatuh."

Arin mengindahkan perkataan kekasihnya, dia malah menarik tangan Lingga menuju ke area yang terkena hempasan ombak.

Di iringi dengan petikan gitar di tepi pantai sana, Arin merentangkan tangannya sambil memejamkan mata. Menikmati suasana sore di tepi pantai dengan angin sepoi - sepoinya.

Lingga tersenyum melihat wajah Arin yang di terpa angin, rambutnya berantakan. Dia kemudian mendekat, menyelipkan beberapa anak rambut ke telinga Arin.

Mata Arin terbuka, ia langsung terkejut ketika di hadapannya terpampang jelas wajah Lingga yang tersenyum lebar sambil merapikan rambutnya.

Dan ya, ia merasakan keanehan lagi pada dirinya. Perlakuannya benar - benar sama, bagaimana dirinya bisa lupa?

"Kenapa bengong?" tanya Lingga.

Arin menggeleng singkat, kemudian ia memilih duduk di tepian pantai sambil memeluk lututnya. Ia menunggu matahari tenggelam

Matanya menatap langit yang sudah berwarna orange - kemerahan. Begitu indah. Di tambah lagi para kawanan burung yang menghiasi langit sore ini membuat suasananya lebih menyenangkan.

"Cantik banget senjanya," puji Arin yang tak henti - hentinya memotret langit dengan cameranya.

"Lebih cantik lo," ujar Lingga yang tiba - tiba duduk di samping Arin seraya membawa dua kepala yang siap untuk di minum.

"Cantikan senja," Arin menerima pemberian dari Lingga, lalu menyeruputnya."Gue suka banget sama senja. Meskipun kehadirannya singkat, tapi kenangannya selalu melekat."

Di balik kata senja, ada memori tersendiri bagi Arin. Antara dia dan masa lalunya, itu takkan terlupakan. Meskipun waktu bisa sembuhkan lukanya, tapi kenangan itu akan selalu membekas dalam ingatan.

"Apapun alasannya, gue benci senja, Rin..." Lingga menjeda ucapannya."Gue nggak suka langit..."

*********

Pukul delapan malam, setelah selesai makan malam di sebuah restoran, mereka berdua berniat untuk segera pulang.

"Ngga, aku toilet dulu ya." pamit Arin.

Lingga hanya mengangguk, sembari menunggu Arin ia mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Alisnya menyatu ketika melihat banyaknya panggilan tak terjawab dari Nata.

Dia segera menelpon Nata balik, semoga saja di angkat.

Berdering..

"Ta, ada apa?!" tanya Lingga panik.

"Ngga, sakit..." terdengar suara isakan dari sebrang sana.

For You, Ex! [END]Where stories live. Discover now