43. Lapis Legit

268 46 1
                                    


Hari di mana Lingga akan memperkenalkan pacarnya kepada sang Bunda pun tiba. Cowok itu berusaha menghubungi Bundanya setelah beberapa kali menolak panggilan darinya.

"Bunda kemana sih?" gumam Lingga yang hampir putus asa.

Bunyi notifikasi pesan dari sang Bunda.

Bunda
Kamu berangkat dulu, Bunda sebentar lagi nyusul.

Tanpa menunggu lama, Lingga lantas bergegas ke rumah Arin.

Di sisi lain, Arin sedari tadi sibuk di dapur untuk membuat lapis legit kesukaan Bundanya Lingga. Kemarin, Arin menanyakan makanan favorit Bunda Lingga kepada anaknya. Gadis itu menata lapis legit yang sudah di potong-potong itu ke dalam kotak makan istimewa yang baru ia beli di supermarket

"Semoga Bundanya Lingga suka," harapnya sambil memasukan kotak makan tersebut ke dalam paperbag.

Lalu, gadis itu bersiap diri dengan mengganti pakaiannya dan berdandan tipis karena sebentar lagi Lingga pasti akan menjemputnya.

Setelah dua puluh menitan berkutat di depan cermin, gadis itu keluar dari kamarnya. Dengan balutan dress bunga-bunga warna bisque tanpa lengan, di padukan dengan cardigan crop warna putih tulang.

Rambutnya sengaja ia kepang, Arin tersenyum lebar sambil menenteng paperbag menuju ke depan menunggu kedatangan Lingga.

"Tumben hari libur gini rapi banget, mana cantik lagi. Mau kemana neng?" goda Ibu Arin yang kini sedang menyirami tanaman.

"Mau jalan sama Zean ya? Jangan pulang malem-malem kayak kemarin." pesan Ayah Arin.

Arin cemberut."Bukan sama Zean, sama Lingga."

"Pacar baru kamu?"

"Iya,"

Tanpa Arin sadari, Lingga sedari tadi berdiri di balik pagar tinggi rumah Arin. Mendengarkan percakapan mereka yang membawa nama Zean membuat hatinya serasa terbakar.

"Permisi, Om, Tante. Saya mau jemput Arin."

Kehadiran Lingga yang tiba-tiba sekali membuat mata Arin mendelik panik.

Aduh mampus! Pasti Lingga denger ucapan Ayah tadi!

*********

"Ada yang lo sembunyiin dari gue?" tanya Lingga mencairkan suasana.

"Kemarin gue jalan sama Zean pake sepeda, udah gitu doang." jujur Arin.

Lingga terdiam, matanya menatap lurus ke arah jalanan.

"Ngga, lo nggak marah?"

"Marah, karena lo nggak izin sama gue. Tapi makasih, udah jujur." kata Lingga.

Arin tersenyum tipis menanggapi perkataan Lingga."Gimana mau ngabarin lo, gue aslinya pengen di temenin lo jalan kemarin karena bosan, tapi nomor lo nggak aktif. Gimana gue ngabarinnya, Ngga?"

"Maaf, gue kemarin--"

"Iya, gue tau kok. Lo di rumah Nata lagi kan buat ngehibur dia?" potong Arin sengaja menyela perkataan Lingga yang membuat cowok itu terdiam sejenak.

"Gapapa, Ngga. Gue ngerti kok, gue cuma bercanda."

"Ah, iyaa." Lingga tersenyum kaku.

Beberapa menit kemudian, mereka berdua sampai di cafe kekinian yang menyuguhkan pemandangan pantai di sekitar cafe tersebut. Dan mereka memesan minuman.

"Bunda kamu masih lama ya?" tanya Arin sambil menggigit kukunya.

"Sebentar lagi, mungkin."

"Kalian nunggu lama ya?" tanya seseorang yang tiba-tiba duduk di kursi kosong di samping Arin.

"Kok lama, Bunda?"

"Macet tadi," Hera--Bunda Lingga melirik gadis di sampingnya yang kini tengah tersenyum ke arahnya.

"Ini pacar kamu, Ngga?" tanya Hera pada anaknya seraya menatap ke arah Arin.

"Kenalin, Bunda. Ini Arin,"

Hera memandangnya tak suka.

"Bunda kira pacar kamu itu Nata," ujarnya tersenyum kecut.

Arin hanya tersenyum samar.

"Bunda apa-apaan sih? Aku sama Nata cuma temen aja, aku harap Bunda bisa terima Arin, pacar Lingga." ucap Lingga kepada Hera.

"Dia nggak secantik Nata,"

Kalau membawa soal fisik, tentu saja Arin lemah. Hatinya terasa nyeri ketika mendengar hinaan itu. Namun, ia berusaha seperti tidak terjadi apa-apa.

"Bunda kok gitu? Lingga nggak suka ya Bunda ngejelekin Arin," Cowok itu tersulut emosi.

"Udah Lingga, its okay."

"Maaf, Arin."

"Gapapa, Lingga." Arin tersenyum paksa.

Arin memberanikan diri untuk berbicara dengan Bundanya Lingga.

"Sebelumnya, saya minta maaf, Tante. Saya memang nggak secantik Nata, saya datang ke sini juga karena Tante mau bertemu saya bukan? Maaf, kalo kehadiran saya kurang nyaman. Ini buat, Tante, saya buat sendiri. Kali aja Tante suka,"

Hera melirik malas isi paperbag yang Arin berikan padanya. Wanita paruh baya itu membukanya perlahan, dan terkejut ketika tau jika isinya itu lapis legit, kue kesukaannya.

"Bunda coba ya,"

Arin dan Lingga saling melempar senyum. Semoga saja dengan lapis legit buatan Arin, bisa mengambil hati Hera.

Hera mencobanya dengan satu gigitan, ekspresinya terdiam cukup lama. Kemudian, menjatuhkan kotak makan itu yang membuat beberapa lapis legit itu berserakan di lantai.

Arin menatap nanar lapis legit yang kini sudah tak berbentuk.

"Rasanya tidak enak, jauh sekali dengan lapis legit yang pernah Nata buat."

"Bunda udah keterlaluan!"

Tapi tunggu, beberapa waktu lalu Nata pernah datang ke rumah Arin untuk meminta di ajari cara membuat lapis legit.

Apa pada saat itu, lapis legit yang mereka berdua buat,Nata berikan ke Bundanya Lingga?

********

For You, Ex! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang