44. Sebuah Harapan Yang Di Patahkan

254 46 3
                                    

Dengan entengnya, lo nyuruh gue buat mencintai orang lain sedangkan hati gue selalu ada nama lo?

-Zean.

***

Lingga menatap kecewa ke arah Hera. Tidak menyangka jika akan memperlakukan Arin seperti ini. Namun ia tak dapat berbuat banyak.

"Pokoknya, Bunda nggak setuju kalo kamu berhubungan sama dia." tandas Hera dengan melirik tajam Arin sekilas.

Gadis yang di lirik itu tertunduk.

"Yang ngejalanin Lingga, bukan Bunda--"

"Sampai kapan pun Bunda nggak ngerestuin kalian, Bunda lebih setuju kalo kamu pacaran sama Nata, bukan sama dia." ucap Hera membuat Lingga menghela napas pendek.

Ekspresi cowok itu sukar."Tapi, dia udah punya pacar Bunda. Kita juga nggak saling cinta. Nata sama aku juga beda keyakinan, nggak mungkin."

"Kalo gitu, Bunda kamu jodohin sama anak dari teman Bunda--"

"Omong kosong, izinin Lingga buat memilih pasangan hidup sendiri." ucapnya lalu meninggalkan Hera sendiri, tak lupa menggandeng Arin untuk keluar.

Mata gadis itu berkaca-kaca, membuat Lingga merasa bersalah. Kedua tangannya memegang bahu gadis di hadapannya.

"Maafin Bunda gue, gue nggak tau kalo pertemuan kita--"

"Iya, gapapa."

"Beneran gapapa? Semakin kesini, aku semakin takut." kata Lingga dengan menatap Arin serius.

Gadis itu mengangkat salah satu alisnya."Takut? Takut apa?"

"Kita nggak bisa pertahanin hubungan ini. Ralat, bukan kita, tapi lo." tuturnya.

Tubuh Arin membeku seketika. Napasnya tercekat."G--gue?"

"Bercanda. Apapun masalahnya, semoga kita bisa pertahanin hubungan kita, sama-sama." ujar Lingga di akhiri senyuman tipis.

***

Segelintir orang mengatakan jika jodoh kita itu adalah salah satu orang yang di temui pada saat kita berusia 16 tahun. Orang yang pernah terlibat, atau hanya sekedar lewat, dalam hidup kita.

Zean berada di kantin bersama kedua temannya yang tak lain adalah Arvan dan Amir.

Amir sedang memejamkan mata seraya kedua tangannya menengadah ke atas, mulutnya berkomat-komit.

"Lo ngapain anjir, nggak waras." ujar Arvan sambil menoyor kepala Amir.

"Ck." Amir berdecak."Ganggu ae lo setan."

"Asal lo tau, gue lagi mikir. Kira-kira jodoh gue di masa depan siapa ya?" sambungnya menatap kedua temannya dengan serius.

Arvan menyemburkan tawanya, sedangkan Zean hanya tersenyum kecil sambil geleng-geleng kepala. Pasalnya, Amir ini---ah, susah buat di jelaskan.

"Umur belum genap 16 tahun udah sok-sok'an mikirin jodoh." cibir Arvan membuat Amir meringis.

"Nikmatin aja alur hidup kita dunia, Mir. Jodoh belakangan, yang penting sekolah dulu. Kalo jodoh, gak bakal kemana, sejauh apapun jaraknya." timpal Zean di selingi senyum tipisnya.

For You, Ex! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang