Bab 2. Galau!

557 144 52
                                    

Keira

Setelah segalanya selesai di antara aku dan Natan. Tidak ada alasan bagiku untuk tetap tinggal di sini, bersama lelaki yang mendatangkan luka secara nyata dan pasti dalam hatiku. Aku cukup terluka dan itu membuatku mengambil tindakan besar yakni pergi dari kehidupan Natan.

Meninggalkan Natan bukan bagian dari rencana jangka panjangku. Aku mau kami sama-sama mewujudkan semua rencana yang perna kami bicarakan ketika hari berganti malam. Setiap kali membicarakan mengenai masa depan, kami selalu menggebu-gebu. Rasanya begitu nyata dan kami selalu tenggelam dalam rencana yang di bangun.

Faktanya itu tidak lagi sama. Natan berhasil menjatuhkan bangunan dari setiap rencana kami dalam sehari padahal untuk merencanakan hal ini, kami membutuhkan waktu kurang lebih tiga tahun.

Kebahagiaan yang Natan berikan digantikan oleh rasa sakit yang mungkin tidak bisa aku sembuhkan. Aku terlalu mencintainya hingga aku sendiri sukar menjelasakan segala rasa itu. Kedepannya aku banyak ditemani air mata ketika bayang-bayang tentang Natan berkeliaran seperti hantu dalam otakku. Setiap kali aku memejamkan mata rasa sakit itu hadir. Menarik garis luka dalam sekujur tubuhku. Begitu sakit dan membunuh. Inikah upah yang kudapat sewaktu aku memberi hati secara penuh? Ini tidak adil dan tentu saja menyakitkan.

Aku berharap ini masih bagian dari mimpi buruk. Rasanya aku tidak sanggup tubuhku rapuh dan tulang-belulangku mulai lemah hingga hancur perkeping-keping akibat rasa sakit dan lukaku.

Namun, inilah kebenarannya! Kini semuanya tidak lagi sama. Natan bukan lagi Natan-Ku! Aku bukan lagi milik-Nya! Kami telah memilih jalan secara terpisah. Aku akan dihadapkan oleh rasa sakit sedang Natan? Entalah? Bahkan sampai detik ini aku tidak mengerti apa yang dipikirkan Natan.

Dan ya, setelah semua hal buruk yang menimpahku, Tiana menjadi tempat pelarian. Aku menyeret barangku ke Kosan Tiana. Aku memang pantas mendapatkan sebuah penghiburan lewat dia. Aku membutuhkan Tiana dan berharap rasa sakitku agak terobati ketika aku menceritakan segala hal padanya. Dia sudari sekaligus sahabat terbaikku. Sejak dulu ketika aku merasa sedih dialah tempatku bersandar.

Kami memilik ayah yang sama. Tepatnya ayah kami kembar. Ajaibnya kami dilahirkan dalam kurun waktu yang berdekatan. Setelah dua hari kelahiran Tiana. Akupun lahir. Hal itu menjadi poin tambahan di mana kami menjadi lebih dekat dan tidak terpisahkan.

Gadis itu agak shock sewaktu melihatku yang serba kacau berdiri di depan pintu Kos bersama dua koper yang kupegang sebelah menyebelah. Tanpa ada banyak komentar Tiana memelukku, membawa kepalaku pada pundaknya. Aku menangis. Isakanku naik secara berkala ketika aku menemukan sebuah sandaran. Seolah paham apa yang tengah terjadi, Tiana mengelus lembut pundakku. Dan ya, itu yang aku butuhkan untuk saat ini.

"Natan selingkuh, Ti. Natan hampir tidur sama cewek itu kalau aku tidak cepat-cepat masuk." Aku mengaduh setalah menemukan diri siap bercerita. Dadaku kembali sesak sewaktu sekelebat bayangan itu hadir. Aku tidak ingin mengungkitnya namun itu bagian dari rasa sakit yang harusku bagi pada Tiana jika ingin rasa sakitku sedikit berkurang.

"Sudah tahukan sifat jelaknya, Natan?" Nada Tiana tidak terdengar sewot. Tapi, aku tahu dia sedang menahan kekesalahannya setengah mati. Tiana memang tidak menyukai Natan tanpa alasan yang mendasar. Dia sering menasehatiku agar tidak terlalu percaya pada Natan namun aku terlalu gila dengan mempercayai lelaki itu. Hingga yang kudapat kini hanyalah air mata dan rasa sakit.

Demi Tuhan dadaku sesak. Sakit dan teriris secara bersamaan.

Ini nyaris membunuhku.

"Dia bajingan, Ti. Dia bajingan. Aku benci Natan. Aku benci dia yang dengan gampang membutku nyaman dan jatuh cinta terlalu dalam namun pada akhirnya aku dicampakan. Aku dihianati oleh orang yang sangat aku percayai. Lelaki yangku anggap segala-galanya setelah Ayah. Aku mesti apa, Ti? Rasanya aku mulai takut akan cinta. Apa setelah ini rasa yang sementara bercambur dengan sakitku bisa aku berikan pada lelaki lain?" Aku meraung-raung frustasi. Tidak perduli setiap tatapan aneh penghuni lain dari Kosan ini yang tidak sengaja melintas di depan kami.

WISHES [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang