Bab 15. Kenapa harus sesakit ini?!

98 0 0
                                    

Natan

"Apa yang kamu harapkan dariku, Tan?" Keira menoleh dan menatap serius.

Begitu selesai mata kuliah terakhir aku pergi menemui Keira. Keseharianku begini. Mengikuti Keira dan banyak mengatakan hal tidak jelas guna mengambil hati dan simpatinya. Mungkin juga membuat Keira ilfil dengan menceritakan kegilaan yang Ridwan lakukan dibelakannya.

Dan gara-gara ulahku yang seperti ini, mengikuti Keira. Banyak orang dengan terang-terangan menganggap Keira bodoh karena mau-mau saja menerima lelaki yang masih memiliki ikatan darah denganku. Ya, tepatnya Keira dihujat. Dan itu salahku.

"Kamu dan cintamu!" Sahutku, menunduk lemah.

Dia tersenyum sumbang, menggeleng dengan sebuah ejekan diwajahnya."Didalam sini. Sudah tidak ada namamu dan kamu tahu apa artinya?" Katanya sambil menunjuk kearah dada.

Aku mengangguk sakit."Aku tahu....aku tahu segalahnya dengan jelas kalau bukan lagi aku dihatimu. Bukan lagi aku cintamu. Kamu cintanya sama Ridwan. Dan itu membunuhku." Bilangku.

"Lalu apa semua ini? Bukankah kamu tahu dengan jelas jika aku mencintai Ridwan? Kenapa kamu terus memaksakan sesuatu yang sudah tidak bisa di dapati." Marahnya.

Aku menunduk sakit. Setelahnya aku mendongak dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku....aku hanya ingin kamu tahu ketulusan hatiku. Bisa jadi dengan begitu kamu tergerak lalu perpaling padaku."

"Omong kosong. Dengar, aku bukan kamu, Natan. Cintaku murni. Aku tidak perna berpikir untuk berhianat. Karena aku tahu dengan betul bagaimana rasanya dihianati. Aku terlahir dari cinta yang tulus. Maka aku pun akan menghargai orang yang juga mencintaiku dengan tidak berhianat." Tegasnya.

"Apa tidak ada ruang bagiku? Aku sedang berjuang melawan sisi egoku. Setidaknya kasih aku kesempatan untuk memperbaiki segalanya."

"Aku perna berada dalam fase itu. Fase dimana aku harus belajar berjuang melawan sisi egoku. Saat dimana aku harus berpura-pura baik padahal sebetulnya sakit. Aku minta jangan memperjuangkan aku yang bukan lagi milikmu. Perjuangkan dia yang lain yang bisa kamu miliki. Sudah tidak ada ruang bagimu. Yang ada kamu hanya akan mendapati dirimu bertambah sakit saat perjuangamu tidak dianggap."

Penolakan. Ya, sudah kesekian kalinya aku ditolak. Dengan kejam Keira menghukumku dengan kalimat-kalimat pedasnya. Dia menolakku secara sadar dan tegas tanpa memperdulikan hatiku.

Rasa-rasanya aku tidak berarti. Seakan bukan aku lelaki yang perna membuatnya mencintai.

"Lalu?"Aku menggeleng lemah, bingung harus melakukan apa supaya gadis keras kepala ini mengerti ketulusan hatiku.

Kakiku dengan sendiri melangkah mundur. Tubuhku bergetar dan dadaku berdesir sakit."Lalu? Apa yang akan kamu lakukan jika sewaktu-waktu mendapati Ridwan berhianat?"

Seingatku pertanyaan serupa pernah aku tanyakan. Apa kali ini Keira akan terprovokasi?

Senejak Keira menengadah, dia menatap langit kemudian memejamkan mata sambil
menghirup udara sebanyak-banyaknya. Tak berselang lama dia berpaling menatapku
dengan wajah lelah. Bisa ku lihat ada genangan air mata dipelupuk matanya. Aku yang melihatnya teramat rapuh dan putus asa.

"Katakan padaku? Apa yang akan kamu lakukan untuk menghukum penghianat?"

Dia diam, tertunduk lemah sambil menggeleng penuh kekecewaan.

Keira menarik napas dalam, mengangkat wajah menatapku dengan mata yang berkaca-kaca."Setelah itu terjadi aku ingin bebas, terbang tinggi tanpa memikirkan apapun. Hari itu tidak ada seorangpun yang bisa menjangkauku. Aku akan memilih seperti itu saat mengetahui kalau Ridwan berhianat. Aku akan mengganti strategi bila hal semacam penghianatan terjadi lagi dalam hidupku." Kemudian Keira tersenyum kecut.

WISHES [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang