Bab 30. Insiden muntah!

126 1 0
                                    

Natan

1 bulan terakhir aku banyak disibukan dengan permintaan Keira yang tak perna ada habisnya. Tentu saja, Keira sedang membalaskan dendam akibat kelakuanku yang suka menyuruh-nyuruhnya beberapa waktu lalu. Jika tidak mengingat Keira sedang mengandung anakku, sudah aku pastikan dia tidak akan berbesar kepala seperti saat ini. Justru aku akan menekannya dengan segalah kekuasaan yang aku punya; baik dikantor maupun dirumah. Dikantor, aku adalah boss. Sedang dirumah aku adalah raja. Aku punya perjanjian tertulis yang tentu saja akan membuat Keira berpikir dobel apabila ingin membuat kesalahan. Masalahnya, sekarang Keira hamil. Dengan alasan itu, aku naik pangkat menjadi babu berkelasnya Keira.

"Tan...Natan...Natan ambilkan air untukku." Aku menahan napas. Untuk kesekian kalinya aku menengadah. Nasibku sudah tidak beda jauh dari pembantu yang bekerja rodi. Apa begini permintaan orang hamil? Apa harus semenyeropotkan ini?

Sabar. Tetap berpikir posetif. Ini permintaan anak kamu. Aku selalu merapalkan kalimat ini dalam isi kepala ketika permintaan Keira melebihi dosis normal.

Aku menoleh. Menatap Keira yang sedang menyaksikan siaran televis dalam pembaringanya pada sofa.

"Iya. Tunggu sebantar." Sakalipun lelah aku selalu memenuhi permintaannya.

Menatap lama peralatan makan yang kotor, aku menarik napas susah. Ternyata tidak gampang melakukan semua pekerjaan rumah. Belum juga menyelesaikan mencuci piring. Namun datanglah permintaan Keira yang tentu saja akan membuatku mengabaikan cucian.

Aku kembali menoleh. Seulas senyuman langsung terpancar pada kedua sudut bibir sewaktu sekelebat bayangan masa lalu melintas dalam isi kepala.

Keira dulu tidak perna mengeluh. Selama tinggal bersama, Keira selalu melayaniku dengan baik. Segalah pekerjaan rumah bahkan dikerjakan sendiri. Namun tidak perna sekalipun aku mendengar keluhannya.

"Ini." Begitu meletakan segelas air pada meja didepan Keira, aku berjongkok dan menyempatkan diri mengecup sekilas keningnya. Aku mendapati Keira yang menegang.

Sesaat Keira menatap tak berkedip. Dia kelihatan salah tingkah."Bisa buatkan aku sarapan?" Mengerjap-ngerjapkan mata, Keira berusaha menegakan tubuh. Mengawali jawaban, aku tersenyum sambil mengelus lembut pipinya."Apapun akan aku lakukan untukmu." Bilangku dengan kelembutan. Sekali lagi Keira menegang kaku.

Tidak butuh puluhan menit aku berhasil menyediakan masakan sederhana yang mana bisa dibuat, bubur. Mungkin hanya ini yang bisa kubuat.

"Sarapannya, Kei." Kataku, menyajikan semangkok bubur tepat pada meja didepan Keira.

Aku ikutan duduk persis disampingnya.

Dia melirik sekilas. Dan sesaat setelahnya Keira menggeleng, menolak.

Aku menarik napas susah. "Harus makan." Titahku, dan Keira menggeleng kuat-kuat.

Dia mengatup bibir rapat-rapat. "Aku udah nggak nafsu makan." Bilangnya, menarik diri menjauhi bubur yang ada didepannya.

Aku mendesisi sabar. "Aku suapin." Bujukku mengambil mangkuk bubur untuk menyuapi Keira.

Aku menoleh sepenuhnya pada Keira bersama mangkuk bubur yang ada ditanganku.

"Aku bilang aku nggak mau ya aku nggak mau, Natan." Keira membentak sewaktu aku mencoba mendekatakan sesuap bubur kearah mulutnya.

"Tidak ada penolakan. Buka mulutnya." Bilangku terdengar sedikit membentak.

Buru-buru Keira membawa tangan dan menutup mulut. Dia menggeleng lemah."Aku nggak mau." Rengeknya.

Aku menatap tajam, tidak perduli dengan tampilan sedih yang dipancarkan. Aku yakin Keira sengaja ingin mengerjaiku dan dia salah, karena telah membawa-bawa kesehatan anak kami. Sejak tadi Keira belum sarapan sehabis muntah. Jadi apapun yang terjadi Keira harus makan.

WISHES [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang