Bab 32. Merasa gagal!

118 0 0
                                    

Natan

"Tan....Tan...Natan....Jonatan." Samar-samar aku mendengar suara penggilan namun aku tidak menghiraukan hal itu. Sejak pagi tadi aku banyak disibukan dengan pekerjaan sehingga tubuhku kelelahan. Belum lagi setelah pulang aku sibuk memenuhi permintaan Keira; Dibeliin bakso. Dipijitin. Dikipasin, sekalipun Ac dimaksimalkan. Digarukin. Dipeluk. Dan lain sebagainya.

"Tan...Natan." Sekali lagi aku mendengar samar penggilan itu. Tetapi aku bergeming.

Aku terlalu mengantuk dan lelah.

"Natan....Tolong aku." Bisik suara itu. Lagi-lagi aku menganggap hal itu angin lalu. Dan kini aku kembali terlelap.

"Tan...Bangunin aku. Aku mau pipis. Aku nggak tahan." Rengek suara itu.

"Natan. Tolong bantu aku. Aku nggak bisa bangun."

"Aku kesusahan. Kakiku juga bengkak dan sakit."

"Tan..."

"Natan,"

"Jonatan."

"Natan."

"Bantu aku."

"Jo."

"Aku udah nggak tahan mau pipis."

"Tan..." Suara lirih itu berubah menjadi isakan kecil, namun efek mengantuk begitu menguasaiku sampai aku tidak menghiraukan apapun.

Menggeliat resah, aku mencari posisi nyaman dan tak berselang kembali terlelap.

"Natan. Tolong aku. Aku betul-betul nggak tahan." Setelah suara itu berlalu, disusul oleh ranjang yang bergerak-gerak. Tubuhku sampai ikut bergoyang akibatnya.

"NATAN....TOLONG AKU. AKU MAU PIPIS. TOLONG BANGUNIN AKU."

"AKU NGGAK BISA GERAK."

"NATAN."

"NATAN.........." Teriakan itu menggelegar. Aku terperanjat.

Refleks aku begerak bangun dengan setengah kesadaran.

Aku menoleh.

Deg.

Hatiku jatuh.

Keira sementara menangis dan kelihatan kesusahan bangun.

"Keira..." Lirihku, mencoba menggiring rasa mengantuk menjauh.

"BANGUNIN AKU!" Titahnya dan aku buru-buru melakukan seperti yang diperintahkan. Meski dalam kesadaran yang belum terkumpul secara penuh.

Aku mendapati tubuh Keira yang menggigil. Bahkan tubuhnya sudah dipenuhi keringat.

"Sudah. Lepas!" Bilangnya menepis kasar sentuhanku. Begitu menuruni kaki pada lantai dan belum mengambil satu langkah Keira jatuh dengan posisi berlutut dan dengan kedua tangan sebagai ponopang berat tubuh. Otomatis perut Keira bisa dikatakan aman.

Aku terkejut. Kali ini kesadaranku secara ajaib terkumpul. Hatiku berdetak kencang dan sewaktu-waktu mengakibatkan pernapasanku yang mana mulai terganggu.

Aku takut. Aku panik. Aku kesakitan.

Menyibak asal selimut, aku segera menghampiri Keira. Secara praktis tubuhku bergetar takut.

Tatapanku kosong bilamana melihat Keira yang jatuh.

Lagi-lagi aku takut. Aku panik. Aku kesakitan.

"JANGAN MENDEKAT!" Larangnya dan dia menangis tersedu-sedu.

Pergerakanku tercekat akibat intruksinya. Namun setelahnya aku tetap mendekat.

Mereka butuh aku. Perlindunganku.

WISHES [END]Where stories live. Discover now