Bab 20. Apes!

94 1 0
                                    

Keira

Sepanjang waktu aku terus mengutuki diri. Mengapa aku harus berkata kasar pada CEO perusahaan ini? Memang betul dia adalah pacar masa laluku. Tepatnya mantan pacar penghianat. Namun sekarang dia berbeda. Dia memiliki jabatan tinggi. Kesan pertama saat bertemu dengannya kata-kata yang aku lontarkan sedikit kasar. Aku salah. Tidak seharusnya aku berlaku kasar padanya. Salah-salah aku bisa dipecat. Oh...semoga itu tidak terjadi.

Aku memukul-mukul pelan kening pada meja kerja sambil sesekali mengentak-entakan tumit pada lantai. Aku belum sanggup memikirkan nasibku. Aku sungguh belum siap dipecat. Meraih posisi ini tidaklah mudah. Aku berjuang mati-matian untuk sampai pada tahap ini. Tidak lucu kalau aku main dipecat hanya gara-gara hal tadi.

"Kamu kenapa, Kei?" Ujar Nasya, yang datang dari belakang.

Aku menoleh."Sya..." Awalnya aku bersemangat ingin menceritakan segalahnya pada Nasya. Tapi....ahh....aku sungguh tak berdaya.

"Kamu pasti kehilangan mangsa bagus ya kan?" Tudingnya tanpa tahu persoalan hatiku.

Aku menatap sengit.

Apa-apaan Nasya? Disaat aku lagi setres macam begini bisa-bisanya dia berpikir mengenai mangsa baru. Artinya aku harus menceritakan pada Nasya dari pada dia banyak mengandai dan menyebakan aku tambah tertekan.

"Kamu tahu CEO perusahaan ini?" Tanyaku dan dia mengangguk sebagai respon.

Aku sedikit memutar bola mata akibat pertanyaan konyolku. Tapi sudahlah. Bahkan Nasya tidak mempersoalkan hal itu."Hu'um. Dia seorang gay." Jelasnya sambil menjatuhkan bokongnya diatas meja kerjaku.

Nasya melirik bingung sambil memegang segelas kopi. Begitu jam makan siang berlangsung sebagain besar Staff pergi ke Kantin kantor begitu pula dengan Nasya. Tadi dia sempat mengajakku namun aku tidak berselera makan. Mana bisa mau makan kalau aku lagi depresi begini.

"Ya....itu menurut gosip yang bereder, bukan? Faktanya dia bukan gay."

Kadang aku berpikir, bisa-bisanya kami membicarakan bos yang bukan-bukan di kantornya sendiri. Utungnya kami tidak ketahuan. Apa jadinya kalau ketahuan? Sudah pasti kami akan dipecat.

"Gimana-gimana maksudnya?" Tanya Nasya tidak sabaran.

"Kau tahu lelaki semalam yang meniduriku? Ya, dia bos perusahaan ini. Bos kita. Gilanya lagi dia adalah mantan kekasihku. Lelaki yang sering kusebut penghianat." Jelasku panjang lebar.

"Apa?" Nasya berkata kaget. Saking kagetnya dia bahkan memuntahkan kopi panas yang ada dalam mulutnya.

Dia terlalu dramatis.

"Jangan kecang-kencang. Nanti ada yang dengar." Ujarku, melirik kesegalah arah antisipasi.

"Artinya CEO kita bukan seorang gay? Dan kamu....kamu berhasil menidurinya?" Nasya berkata heboh sambil menepuk tangan antusias setelah menyimpan asal kopi yang dipegang.

Aku menarik napas kesal.

Apa yang musti dibuat heboh? Justru aku emosi saat Nasya tidak memperdulikan apa yang saat ini aku rasakan. Aku butuh dia mengerti aku. Bukannya merasa bangga karena aku telah meniduri boss brengsek itu.

"Biar aku ralat ucapanmu. Bukan aku yang menidurinya. Tapi dia yang meniduri aku. Jangan membuatku terlihat murah dimatanya." Kesalku.

Nasya justru merespon dengan kekeh kecil sambil memukul pelan pundakku.

"Maaf. Aku salah. Jadi artinya kamu baru bertemu dengannya?" Tanya Nasya dan aku mengangguk kecil.

"Bagaimana tanggapan kalian setelah beberapa tahun tidak bertemu kemudian secara kebetulan kalian sadar kalau kalian telah seranjang?" Aku melirk tajam kearah Nasya. Kadang-kadang anak ini memiliki profesi yang tidak di duga-duga. Dia seperti sedang menginterogasiku.

WISHES [END]Where stories live. Discover now