Bab 29. Menyerah?!

125 1 0
                                    

Natan

"Kei, aku mau kita menikah." Sudah kesekian kali aku terus mengatakan hal yang sama, mengajaknya menikah. Namun respon yang aku dapati tidak sesuai harapan.

Dia menyempitkan mata."Sudah kubilang jangan bahas hal itu." Bilangnya, yang mana merapikan meja makan.

Aku menggeleng kesal lalu menghampirinya."Bagaimana kalau kamu hamil?" Dan aku menarik tubuh Keira menghadap kearahku.

Keira menatap tak suka. Dia menggelengkan kepala bersama rahang yang mengeras."Aku tidak suka mengulangi kata-kataku." Bilangnya dan dia kembali membalikan badan.

Aku menarik napas panjang. Sampai kapan aku terus diabaikan? Sialnya....aku tidak bisa berpaling. Hatiku terus terpaut padanya. Aku benci diriku yang begini. Masih ada wanita lain yang akan datang padaku jika diajak serius, menikah. Tetapi tidak terpikirkan barang sedikit dalam otak mengenai hal itu. Sekalipun aku banyak terluka.

Apa kali ini aku harus mencobanya, pergi?

Memandangi punggung Keira, aku tersenyum luka. "Aku menyerah!" Kataku yang tengah putus asa. Sepertinya aku memang tidak memiliki harapan untuk mendapatkan Keira. Hati Keira betul-betul telah mati. Bahkan kehadiranku seolah-oleh tidak memiliki arti.

Keira berhenti dari segalah aktivitasnya tetapi tidak bersuara. Posisnya masih sama, memunggungiku.

Aku menjatuhkan air mata mendapati reaksi Keira. Dia mengabaikan keputusasaanku. "Akhirnya kamu menyerah." Bilangnya tanpa perasaan.

Kata-kata Keira begitu menohok. Aku tidak dapat menampik rasa sakit ini.

Aku menarik napas berat. Aku tercekik oleh semua rasa sakit yang menyerang. Aku diserang dari segalah arah dan itu sangat amat melukaiku. "Sebesar apapun rasa sakit yang perna aku tanam. Maka sebesar itu pula rasa bersalahku padamu. Aku menyesal telah melukaimu. Membuatmu tersika dan mengabikan cinta padahal kamu adalah orang yang sangat menghargai apa itu cinta."

"Mungkin kali ini aku harus benar-benar belajar merelakan. Lebih-lebih ikhlas. Membiarkanmu pergi bukan bagian dari rencana jangka panjangku. Aku selalu berharap hanya akan ada kamu dalam setiap jejak langkahku. Kita akan seperti dulu. Menghapus jejek-jejek rasa sakit dan memulai semua dari awal. Faktanya aku terlalu berharap tinggi. Kita tidak lagi sejalan apalagi sehati. Maka, mungkin memisahkan diri darimu adalah sebuah pilihan saat dimana kamu tidak menginginkan aku sama seperti aku. Seperti katamu. Inilah pilihan ku. Untuk itu, aku akan memilih pergi."

Keira masih diam. Tentu saja Keira tidak terpangaruh oleh kata-kataku.

Sesaat Keira berpaling. Aku tidak menemukan emosi dibalik wajahnya yang dipasang datar dan tenang. Malah aku yang kesakitan setengah mati gara-gara reaskinya.

"Pergilah." Bilangnya dengan ketenangan penuh.

Aku menunduk, menangis. Reaksi dari sekian reaksi. Inilah reaksi Keira yang paling mematikan. Aku sakit dan berdarah-darah tanpa ditusuk.

Aku mengangguk luka."Ya, aku pergi. Sebaiknya aku pergi." Aku kehilangan diri.

Berpaling, aku berjalan lunglai kearah kamar. Mengabiakan Keira, wanita paling bajingan yang suka melukai hatiku.

Begitu masuk kedalam kamar, aku jatuh lemas di dekat samping kaki ranjang. Meratapi nasibku yang akan selamannya seperti ini, ditolak dan di lukai oleh wanita yang sama. KEIRA MARIA AURELIA.

Aku meraung-raung frustasi. Tetapi teredam.

Bukan begini akhir cerita yang aku harapkan. Namun inilah yang aku temukan dalam perjalanan ceritaku.

WISHES [END]Where stories live. Discover now