Bab 7. Kekasih baru!

252 102 16
                                    

Keira

Saat belum ada pelanggan yang datang aku memutuskan menelpon Tiana. Bagaimanapun juga Tiana harus tahu perihal hubungan aku dan Ridwan. Aku tidak perna bisa untuk tertutup dari Tiana. Apapun selalu aku ceritakan. Begitu pula sebaliknya.

"Kei, di sana aman?" Tiana duluan bertanya dan dia terdengar antisipasi.

"Tentu, Ti. Aku aman di sni," Sahutku. Aku tahu kecemasan Tiana. Aku merasakan sebuah ikatan besar di antara kami. Apapun yang aku rasakan dia pasti akan merasakan hal serupa layaknya sepasang anak kembar.

Dia menerik napas lega. "Tentang dia?" Tiana memelankan suara, was-was.

Aku menghela napas."Sudah aku lupakan perlahan demi perlahan, Ti." Sayangnya aku belum bisa memastikan hal itu. Bahkan sampai detik ini aku menyimpan nama Ridwan di atas tumpukan nama Natan.

Sekali lagi aku mendangar tarikan napas lega dari Tiana."Mestinya itu yang kamu lakukan sedari jauh hari. Galau mu terlalu berkepanjangan. Berbulan-bulan itu nggak baik."

Aku mengangguk pelan sakalipun Tiana tidak d isini dan melihat reaksiku.

"Aku punya pacar baru, Ti," Akuku menggigit gugup jari jempol.

Aku tidak lagi mendengar suara Tiana.

"Ti? Kamu nggak suka?" Aku bertanya tak enak dan juga was-was.

Satu kesalahan. Dan aku mulai meragukan keputusaku. Aku butuh campur tangan Tiana.

"Bodoh. Aku jadi terharu bahkan aku sampai nangis. Coba dari awal gini aku nggak kepikiran sama kamu." Terdengar nada suara Tiana yang bergetar. Hal itu membuatku memejamkan mata lega.

"Namanya siapa? Baik orangnya? Jangan perdulikan tampangnya. Inti dari semua adalah hatinya. Kamu paham?" Dia bertanya lebih jauh.

"Iya. Dia baik, Ti. Namanya Ridwan. Walau mulanya dia ngesalin tapi dia cukup baik," Aku berkata sambil tersenyum malu-malu. Tiana berpihak padaku.

"Aku dukung kamu sama siapapun asalkan orang itu baik dan nggak mau nyakiti kamu. Aku bakal ke sana hari sabtu. Pengin tahu juga cowok yang suka sama kamu," Bilangnya menggebu-gebu.

"Lagi kuliah apa udah kerja?" Tambahnya dengan rasa ingin tahu yang lebih.

"Udah kerja. Dia dokter," Sahutku.

"Astaga .... astaga ... Kamu langsung naik pangkat, Kei. Dokter? Oh, Tuhan aku bisa jantungan dengarnya." Tiana memekik kaget. Agak daramtis. Tapi itu membuatku tersenyum.

"Seriusan, Kei?" Tiana bertanya lebih jauh, meungkin kurang percaya.

"Iya. Dia benaran dokter!" Sahutku menyakinkan.

"Bisa dipesanin satu nggak buat aku?" Spontan Tiana dan aku terkekeh.

Belum sempat menjawab Tiana buru-buru meminta pamit."Kei sorry. Ntar baru dilanjutin lagi. Prof. Diki udah masuk. By ...... "

Aku tersenyum puas sambil menatap ponsel. Reaksi Tiana cukup membuatku senang.

"Mikirin saya ya sampai kamu senyum-senyum sendiri?" Bilang Ridwan yang tiba-tiba masuk.

Aku buru-buru menolah dan memasang tampang jengkel."Kamu aja yang pedenya tingkat dewa." Sindirku mengalihkan diri pada barang belanjaan yang sempat dibeli Tante Mira untuk di susun. Dan sebelum itu aku manaruh ponsel pada meja di depanku.

"Sini saya bantu." Dia mengambil alih barang yang ada di tangunku lalu di simpan pada tempat di mana barang itu seharunya di simpan.

"Kamu selalu tambah cantik kalau lagi senyum," Bilang Ridwan dan dia menatapku dengan senyuman yang kurang lebih serupa denganku.

WISHES [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon