Bab 24. Pemilik dan penyewa!

79 1 0
                                    

Keira

Bibi sang pemilik rumah mendesakku untuk membayar lunas tagihan rumah. Katanya dia sedang kepepet membutuhkan uang dengan alasan sang suami akan dioperasi sedang anak sulungnya ingin mendaftar keperguruan tinggi. Mau tidak mau, jalan satu-satunya aku harus menyewakan sebagian dari rumah ini selama 6 bulan dan ditambah uang pinjaman bank. Mungkin dengan begitu aku bisa melunasi utangku.

Dengan terpaksa aku harus mengenakan gaun ketat, seperti seorang penggoda sejati semata-mata untuk menarik peminat. Aku tidak masalah kalau penyewa itu orang gila ataupun mesum. Asalkan rumah ini menjadi milikku. Alhasil, orang-orang sangat antusias.

Aku tahu ini beresiko namun aku tidak ingin merendahkan diri dengan meminjam uang pada Kenzo. Begini-begini aku masih punya urat malu dan harga diri. Kenzo sudah banyak memberiku kebebasan atas kartu debitnya. Sayang, aku tidak memanfaatkan hal itu dengan baik. Tidak. Aku sudah sangat memanfaatkan dengan baik. Hanya saja Bi Ina terlambat memberitahku. Kalau tahu pada akhirnya begini aku tidak akan berfoya-foya dengan kertu debit Kenzo untuk hal-hal receh. Namun sudahlah....Debit Kenzo bahkan sudah balik ketangan pemiliknya. Sial.....

Dan jauh dari pada itu, ada seorang penyewa yang mau membayar 5 kali lipat dibanding tawaran awalku.

Tidak ingin membuang kesempatan akupun menekan kontrak dengan sang penyewa.

Uangnya langsung aku pakai untuk membayar tebus rumah ini. Syukurnya aku tidak lagi harus meminjam uang ke bank.

Rumah ini akhirnya sah menjadi milikku saat semua uang diserahkan pada Bi Ina sang pemilik tempat. Soal sertifikat tanah beserta rumah baru akan diambil beberapa hari mendatang setelah berkas-berkas sudah selesai diurus oleh pihak terkait.

Sungguh. Ini diluar dugaan.

Aku terharu.

Hatiku menghangat ketika impianku menjadi nyata. Ya, memiliki rumah ini memang bagian dari mimpiku.

Begitu selesai menyelesaikan urusan bersama Bi Ina siang harinya. Sorenya sang penyewa langsung mengangkut barang kesini. Fikirku dia sedang membutuhkan tempat yang mungkin kebetulan dekat dengan tempat kerjanya. Untuk itu aku tidak memikirkan banyak hal selain pikiran tadi.

Dan ketika mobil yang mengangkut barangnya tiba aku mulai sibuk membantu. Walau agak lelah. Aku tetap happy.....sekarang ini rumahku. Rumah dari hasil jerih
payahku.

Oh....memikirkan tentang hal itu membuatku senang.

Dan aku jauh lebih senang harus hidup serumah dengan seorang pria paruh baya yang kelihatan baik. Ya, aku tahu itu, saat dimana kami sama-sama menandatangani kontrak. Dia tidak semacam lelaki buas. Dia cukup tenang dan santai seperti seorang penyewa yang kebetulan membutuhkan tempat sewaan. Dia tidak terlihat agresif seperti lelaki-lelaki yang berbagi komentar dikolong komentar video iklan milikku.

Deg.

Aku kembali pada satu siklus yang sama.

Hatiku jatuh dalam satu pukulan ketika mendapati sepasang mata yang seakan memantauku. Dia tersenyum dan senyuman itu mengiring otak-ku pada kenangan masa lalu. Kenangan dimana hanya ada kami dan kebahagiaan. Dan aku mendapati diri sakit ketika aku disadarkan oleh fakta bahwa kami bukan lagi sejalan.

Senyumanku perlahan memudar. Hal yang serupa aku dapati dari Natan. Seketika itu pula segalah yang ada padaku berubah menjadi sebuah emosi. Aku menatapnya dingin, datar dan penuh ketidak sukaan.

Kami sama-sama diam, sama-sama menatap tanpa sebuah reaksi. Aku ingin memastikan, mungkinkah aku sedang berhalusinasi?

Aku menatap miring. Memindai lelaki diseberang sana.

WISHES [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang