Bab 35. Saling memiliki (END)

502 2 0
                                    

Keira

Aku tahu, aku salah. Lewat sudut pandang manapun aku tetap salah. Dan aku mengakui hal itu. Kini Natan sudah sepenuhnya berubah. Dia bukan Natan yang sama. Natan yang perna berhianat dan meruntuhkan segala rasa percayaku terhadapnya.

Tidak pantas aku menghakimi Natan dan tidak memberinya sebuah kesempatan. Mungkin aku terlalu bodoh dengan membesarkan gengsi dan komitmen. Natan berulang kali terluka dan menangis untukku bahkan perna menyerah namun karena cintanya yang begitu besar Natan tetap bertahan.

Dan ketika aku membuat segala macam kerusuhan dalam hatinya bahkan kedua orang tua ikut terseret di dalamnya, Natan masih sepenuh hati mau menerimaku dan mejadikanku prioritasnya.

Namun, mungkin kali ini aku telah banyak melukainya sampai Natan perlahan-lahan mulai menyerah. Bukankah dengan menghadirkan wanita lain bisa dikatakan menyerah?

Aku mendapati hatiku sakit sewaktu seorang wanita asing yang perna mengecup pipi Natan tiba-tiba datang ke rumah. Dan tanpa beban dia mengecup pipi Natan di depan mataku untuk yang kedua kalinya.

Dia adalah wanita sama yang perna mencium Natan di kantor. Begitu cepat, aku merasakan rasa sakit yang sama saat dia mengecup Natan. Aku jauh lebih terluka sewaktu Natan seolah tidak mempersoalkan apapun.

Ya, ini tanda-tanda dari rasa lelah Natan saat menghadapi sifatku.

Apa Natan mulai menyerah? Aku harap dia tidak menyerah.

Sewaktu pembicaraan mereka mulai terasa membakar hati, aku memilih pergi. Begitu membalikan badan, air mata langsung jatuh menuruni kedua pipiku.

Aku merasakan sakit yang amat pada dadaku. Aku tidak tahu mengapa tapi ini begitu sakit.

Begitu masuk ke kamar aku mendudukan diri pada ujung ranjang dan mulai menangis. Hatiku sakit.

Apa kali ini Natan akan benar-benar pergi? Aku mulai takut. Aku gelisah bilamana sosok Natan menghilang. Tidak perna dalam sehari aku tidak mengharapkan campur tangan Natan dalam mengurusku. Dia selalu ada untukku dan membantu setiap kebutuhan yang aku perlukan. Natan sangat penting dalam hidupku.

"Aku cinta kamu, Natan. Aku cinta kamu. Apa aku terlambat?" Aku berucap sedih sambil di temani air mata yang tak henti-hentinya menuruni wajah.

"Aku takut. Aku takut." Aku memegangi dada yang memberi efek sakit. Rasaya aku tak kuat. Bagaimana jika akhirnya Natan pergi? Bukankah ini kemauanku? Namun, hati kecilku menginginkan Natan. Sebetulnya aku mencintai Natan. Sangat! Tapi aku ragu yang berujung pada penolakan.

"Aku takut. Aku takut."

"Keira!" Natan berkata panik dan berlarik ke arahku.

Dia berlutut tepat di depanku lalu memegang kedua tanganku dengan panik.

Aku tersenyum miris di sela-sela isakan.

Aku bodoh. Sangat dan aku membenci dariku yang selalu mengabaikan perasaan Natan. Padahal selama ini Natan selalu memprioritaskan aku.

Natan menggenggam tanganku dengan kehangatan cintanya, menatapku seolah-olah hanya ada aku di dalam sana.

Aku terbuai. Tapi aku juga takut. Mungkinkah kali ini aku harus membiarkan Natan untuk mengakhiri kecemasanku?

"Aku takut, Tan .... sangat." Aku menggeleng lemah dan aku tertunduk lemas.

Natan yang melihatku di buat cemas namun Natan tetap menunjukan sisi tenangnya.

Natan mengelus lembut punggung tanganku menggunakan kedua jari jempol."Aku di sini .... ada aku di sini. Apa yang kamu takuti, hmm?" Dia bertanya lirih dan agak bergetar.

WISHES [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang