#18 : Baby Sitter

3K 193 4
                                    

hai haii, happy eid mubarak yaa, minal aidzin walaidzin semuanya. karena lagi mood aku update di hari lebaran.

◃───────────▹


Gelisah yang kemarin terasa, sekarang sudah hilang entah kemana. Ternyata pepatah 'setiap ada kesulitan, pasti ada kemudahan' memang benar adanya. Walaupun awalnya hanya mudah mengeluh, pada akhirnya akan mudah mendapat jalan keluar.

Rayan tak mengelak kemarin ia merasa takut. Takut benar-benar akan di drop out. Jika itu terjadi, maka dunia nya akan berakhir. Papanya akan kecewa, bundanya akan marah dan kakaknya tidak akan lagi menganggapnya sebagai adik. Selain itu, ia akan berpisah dengan teman-temannya dan juga Kayla.

Namun, Tuhan benar-benar baik hingga Rayan berhasil membuktikan bahwa dirinya tidak sepenuhnya bersalah, jebakan yang ia tebak ternyata memang benar direncanakan oleh Aldi. Saat itu juga ucapan syukur terucap dari bibirnya.

Sebab senakal apapun Rayan, ia tetap takut jika masa depannya akan gagal. Ada banyak orang yang di sayanginya, menanti keberhasilannya di kemudian hari. Maka dari itu Rayan sangat takut jika ia di drop out dari sekolah.

Dan sekarang adalah waktunya bagi Rayan untuk menikmati masa skors-nya. Usai mengantar bunda ke rumahnya, sekarang Rayan berada di unit apartemen yang akan di tempatinya. Tidak sendiri. Ada adik perempuannya yang ikut bersamanya kemari. Ah ralat, dia adik tiri yang sudah di anggap layaknya adik kandung.

Anak kecil berumur lima tahun itu sekarang sedang menikmati susu kotak di atas sofa yang bahkan belum Rayan duduki. Ia sebelumnya bingung harus membawa adiknya ini kemana, tak mungkin bila ke rumah kakaknya. Adiknya yang super aktif itu bisa-bisa menghancurkan guci-guci di rumah Rayn.

"Chel, kamu laper gak?"

"Halusnya Abang tanya itu ke Abang sendili," jawabnya menatap Rayan yang baru saja kembali dari dapur.

Rayan melotot mendapat jawaban seperti itu. "Di ajarin siapa kamu bisa bicara gitu?"

"Tadi aku dengel pelut abang belbunyi kelapalan." Bocil itu berdiri dari duduknya dan mulai menjelajahi apartemen yang masih sangat tertata rapi.

"Iya makanya Abang tanya, Ichel laper nggak?"

Michella nama lengkapnya, tapi Rayan sendiri memanggilnya dengan sebutan Ichel. Khusus darinya untuk adik kesayangannya ini.

Ichel menggeleng dengan menoleh sedikit. "Abang tinggal disini, ya?"

Rayan duduk di sofa sembari mengutak-atik ponselnya, sesekali mengawasi gerak-gerik Ichel.

"Nggak."

"Telus ini lumah siapa?"

"Bukan rumah Ichel. Ini namanya apartemen. Abang tinggal di rumah Kak Rayn, tapi kita mainnya di sini aja ya," ucap Rayan lembut. Ia menghampiri adiknya yang mengintip dinding kaca.

"Wahh ... Ichel jadi laksasa. Bisa lihat banyak gedung sama mobil." Gadis kecil itu sekarang menatap takjup, tanpa takut melihat ketinggian dari lantai sepuluh tersebut.

"Norak deh lo," gumam Rayan. "Ichel gak takut tinggi?"

Ichel menggeleng. "Ichel cuman takut sama Papa."

Jika Rayan punya ayah, maka Ichel punya Papa. Sedikit perbedaan Ichel memanggil Bunda Freya dengan sebutan mama. Kadang Rayan merenung, enak juga punya ayah dan bunda, papa dan mama, kalo saja ia memanggil orangtua tirinya itu dengan sebutan seharusnya.

"Kenapa takut?"

"Papa kalo malah bisa sepelti dinosaulus. Lawl!!" Ichel mengaum dengan tangan yang menirukan harimau.

Bucin Berandal Where stories live. Discover now