10

940 176 71
                                    

👑 🦊 👑

👑 🦊 👑

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

🍁🍁🍁

"Aku akan mengembalikannya padamu," kata Sera dengan begitu mendadak, dia menatap Jiyeon lurus-lurus. "Akan kukembalikan Seokjin padamu, tapi—tolong jangan menyakitinya lagi dan berjanjilah kalian berdua akan membahagiakan Reeya."

Genggaman Jiyeon mengerat mendengar kata menyakiti, Sera menamparnya sangat keras dengan kata itu.

"Aku akan pergi setelah pemilihan ketua grup selesai—"

"Pergilah sekarang," sela Jiyeon. "Seokjin pasti jadi ketua, kau tidak perlu memikirkan itu."

Sera bergeming, pandangannya menyisir ranjang tidur Jiyeon. Sera tersenyum tipis, melihat posisi ponsel Jiyeon yang digenggam dengan posisi terbalik. Beomgyu pernah bilang, orang yang tengah merekam pembicaraan akan memegang ponselnya dengan posisi terbalik alih-alih menghadapkan posisi layar ke atas.

"Aku tidak bisa pergi, sebelum Seokjin menang di pemilihan ketua grup."

"Kau senang sudah ikut menyakitiku dan Reeya, apa itu sepadang dengan kesalahanku pada Seokjin?"

Sera tidak berkomentar apa-apa, tetapi jemarinya saling genggam kian erat.

"Aku melakukan penjebakan itu hanya untuk membantu kakakku melihat kesiapan Seokjin di pemilihan, karena Seokjin akan merebut Reeya dariku bila kami bercerai." Jiyeon tertawa sumbang, "percuma, kau tidak bisa mengerti perasaanku karena kau bukan seorang ibu—"

Kalimat Jiyeon tertahan, pintu di belakang Sera terbuka. Keduanya saling pandang, butuh dua menit bagi Jiyeon menyakini Seokjin tidak mendengar apa yang dia bicarakan dengan Sera.

"Ibu—" Reeya berlarian menghampiri Jiyeon. "Ini pudingnya, Ibu cepat sembuh ya, Reeya ikut ayah dulu."

Jiyeon tidak begitu mendengarkan Reeya, pandangannya tertuju pada Seokjin yang merangkul Sera, menanyakan keadaan Sera yang terlihat agak tegang dan pucat. Seokjin bahkan tidak menyapanya, mengajak Reeya pulang cepat-cepat kemudian mereka keluar begitu saja.

Di luar, Seokjin mengeratkan rangkulannya. "Dia mengatakan sesuatu yang buruk padamu?"

"A-apa?"

"Kau baik-baik saja?"

"Ah, ya, aku—kami tidak membicarakan apa-apa, hanya ngobrol menanyakan keadaan." Sera tersenyum, berusaha meyakinkan Seokjin yang kini memandanginya terlalu lekat.

"Duh, Tuan Kim, jangan memandangiku begitu, nanti kalau aku kena serangan jantung lagi, kau juga yang bakalan repot."

Seokjin tertawa, lebih tepatnya menertawakan kehebohannya begitu Sera kena serangan jantung. Sama saat Reeya sakit atau saat Jiyeon kecelakaan, Seokjin selalu bereaksi seperti itu kepada orang-orang yang dia—tunggu, kenapa dia juga sepanik itu saat Sera sakit?

Tuan Kim dan Sang PelacurOù les histoires vivent. Découvrez maintenant