9

936 177 69
                                    

👑 🦊 👑

👑 🦊 👑

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

🍁🍁🍁

Seokjin memasuki rumahnya dan langsung disambut pelukan hangat dari putrinya. Dia menerima banyak kecupan di pipi, sebelum Reeya memeluk bahunya kelewat erat. Reeya bahkan tidak mau melepas meski Seokjin sudah memintanya dua kali, lalu saat dia melihat Jiyeon turun dari tangga lantai dua menggunakan kruk, barulah Seokjin menggendong Reeya dan berjalan ke ruang bermain, melewati Jiyeon begitu saja.

Dia merasa tidak punya waktu untuk menanyakan keadaan kaki Jiyeon yang masih diperban, atau barang kali bertanya tentang kondisi Jiyeon paska kecelakaan minggu lalu. Dia tidak peduli, terlalu lelah menyakiti dirinya sendiri. Sekarang bagi Seokjin Reeya paling penting, tidak yang lain.

"Terjadi sesuatu yang Ayah tidak tahu?" tanya Seokjin, mendudukkan Reeya di pangkuan, di ruang bermain bernuansa merah jambu yang manis.

"Reeya mau cerita sama, Ayah, tapi ini rahasia."

"Oh, tentu, Ayah bisa dipercaya." Seokjin mengedipkan mata, menahan tawa melihat raut wajah serius Reeya yang selalu mengemaskan di matanya.

"Apa benar, sekarang Ayah dan ibu tinggal di rumah yang berbeda?"

Seokjin tertegun sebentar, dia sudah mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan Reeya ini jauh-jauh hari.

"Ya, Ayah akan tinggal di Hannam."

"Bersama Sera Eonni?"

"Hhmm...." Seokjin mengangguk singkat, memandangi Reeya yang tampak berpikir keras.

"Apa ibu membuat kesalahan sampai Ayah, tidak mau tinggal sama-sama lagi di sini?"

"Tidak, tapi Ayah yang membuat kesalahan."

"Ibu bilang Reeya tidak boleh dekat-dekat dengan Sera Eonni, karena dia penyihir jahat."

"Reeya, percaya?"

"Tidak, penyihir 'kan cuma fiksi. Ayah bilang Reeya tidak boleh membenci seseorang, hanya karena orang lain membencinya. Reeya sayang ibu, tapi Sera eonni juga lucu."

Reeya tertawa sampai giginya yang kecil-kecil terlihat, lalu memeluk bahu Seokjin dan bersandar di sana.

"Reeya sayang banget sama Ayah. Ibu bilang Reeya hanya bisa ketemu Ayah di hari Kamis, Jumat, Sabtu. Terus kalau Reeya kangen di hari Senin, bagaimana?"

Seokjin merasakan rangkulan Reeya di bahunya mengerat, dia mengusap puncak kepala Reeya bersama beribu-ribu rasa sayang dan cinta yang dia punya, sembari berkata.

"Reeya boleh ketemu Ayah kapan pun Reeya mau, tidak ada batas waktu. Reeya jangan khawatir, oke?"

Reeya melonggar rangkulan. "Beneran?" katanya, manik mata Reeya yang seterang kenari tampak berbinar-binar.

Tuan Kim dan Sang PelacurWo Geschichten leben. Entdecke jetzt