11

840 174 42
                                    

👑 🦊 👑

👑 🦊 👑

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁🍁🍁

Jiyeon tahu keputusannya membangkang pada sang ayah adalah kesalahan fatal, tetapi disisi lain dia memang sudah sangat lelah dengan segala kejahatan yang dilakukan ayahnya semenjak dia kecil. Jiyeon telah memikirkan ini sejak dia melihat Hoseok sekarat di rumah sakit, saat itu sang kakak mengajaknya melepaskan diri dari sang ayah.

Jung Hoseok punya Raina dan keluarga Raina yang siap menjadi tameng untuk Hoseok, tidak bisa dipungkiri keluarga Ahn Ji Pyeong bukan keluarga sembarangan, salah satu Chaebol dengan kekayaan yang setara dengan keluarganya. JK Iron and Steel adalah salah satu perusahaan baja terbesar di Korea Selatan, dengan kata lain, ayahnya tidak bisa seenak jidat menyerang Hoseok di bawah perlindungan ayah mertua yang sangat menyayangi kakaknya.

Sementara dia tidak punya siapa-siapa, itu lah kenapa dia mengambil keputusan sedikit lamban. Namun, setelah menitipkan Reeya—satu-satunya harta tersisa yang dia punya—pada Seokjin, Jiyeon baru berani melangkah maju, menantang ayahnya, mengibarkan bendera perang yang jelas-jelas akan sangat merugikan dirinya juga keselamatannya.

"Tinggallah bersama kami." Hoseok berkata di telepon, setelah Jiyeon memutuskan pindah ke apartemen.

Jiyeon ingin memulai hidupnya dari nol tanpa bayang-bayang Seokjin dan ayahnya, meski rumah yang dia tinggali sekarang sudah Seokjin berikan untuknya. Tetapi dia merasa yang dilakukan Seokjin selama ini sudah lebih dari cukup, mungkin juga berlebihan, sementara tidak ada satu hal baik yang dia berikan untuk mantan suaminya itu.

"Tidak perlu, aku baik-baik saja."

"Lantas apa yang kau rencanakan sekarang?"

"Aku tidak tahu," jawab Jiyeon terus terang. "Aku ingin pindah ke tempat jauh, tapi masalahnya aku tidak bisa membawa Reeya."

"Bicarakan lagi dengan Seokjin, aku rasa dia akan mengerti."

Jiyeon diam saja, karena dia pun tidak tahu apakah bisa menjadi ibu yang baik untuk Reeya atau tidak. Selama ini Jiyeon merasa sudah menjadi ibu yang sangat buruk untuk Reeya, dia bahkan tidak tahu bagaimana cara meminta maaf pada putrinya, sebab dia pernah ingin menggugurkannya.

Semua pemikiran yang tumpang tindih itu memenuhi kepalanya yang pening ketika dia sampai ke rumah sakit, Sera memberinya kabar kalau Reeya ingin bertemu dengannya. Sesampainya di rumah sakit Reeya malah tidur siang, Jiyeon merasa ada jarum kecil-kecil menelusup ke hati terdalamnya melihat Reeya tidur sambil memeluk Sera yang ketiduran di sebelahnya.

"Reeya le'lah," kata Seokjin, begitu Jiyeon muncul di ruang perawatannya.

"Tidak apa-apa, aku bisa menunggu." Jiyeon agak canggung saat bersitatap dengan Seokjin, bingung mau memulai percakapan seperti apa jadi dia diam saja.

"Kau—baik-baik saja?" tanya Seokjin tiba-tiba.

"Oh, ya, aku baik-baik saja." Jiyeon tersenyum samar, memutar bahu menghadap Seokjin, lalu duduk di sofa samping kursi roda Seokjin.

Tuan Kim dan Sang PelacurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang