3

897 174 59
                                    

👑 🐹 👑

👑 🐹 👑

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🍁🍁🍁

Yang dikhawatirkan Jiyeon tidak terjadi. Ilwoo bersikap normal, mereka melewati makan siang hari itu dengan tenang setelah selesai potong kue ulang tahun. Ilwoo mengutarakan permintaan maaf untuk apa yang sudah terjadi selama ini, dia memeluk Hoseok dan meminta maaf lagi.

Hoseok menyambut ayahnya dengan haru biru, mau bagaimana pun Hoseok tidak pernah bisa mengabaikan ayahnya. Dia menyayangi Ilwoo sebanyak dia menyayangi ibunya, meski sifat Ilwoo membuat psikisnya sakit. Hoseok mengingat pesan dokter psikiater untuk melepaskan semua yang telah terjadi, memaafkan ayahnya adalah hal yang paling benar agar dia bisa melanjutkan hidup.

Tapi tidak dengan Jiyeon, dia memerhatikan ayahnya dengan teliti. Jiyeon paham Hoseok tidak merasakannya, Hoseok terlalu patuh, terlalu dekat dengan Ilwoo, sikap yang Hoseok tiru dari ibu mereka. Ekspresi ayahnya terlalu tenang, tidak ada emosi apa pun di wajahnya, seolah-olah tengah menunggu sisa bom waktu di kepala yang siap meledak.

Jiyeon tidak membalas pelukan ayahnya seperti yang dilakukan Hoseok, dia merasakan jari-jari Ilwoo mencengkram lengannya.

"Apa yang Ayah inginkan?" bisik Jiyeon, di antara pelukan Ilwoo yang mengerat. "Jangan pernah berpikir untuk menyakiti kakakku lagi, atau aku akan membunuhmu, Ayah."

Ilwoo melepaskan pelukannya segera setelah Jiyeon mengatakan kalimat itu, menyeringai, menyadari Jiyeon menjiplak wajah istrinya tetapi punya sifat licik seperti dirinya. Putrinya adalah sisi jahat dari Jung Hoseok yang baik hati. Lihatlah bagaimana Jiyeon bisa membuat Seokjin tidak memenjarakannya, putrinya sudah memperkirakan semua hal dengan matang.

"Kau memang putri ayah, Jiyeon." Ilwoo mengusap bahu Jiyeon sambil tertawa, keduanya saling bersitatap, dingin dan rendah. "Tetapi tetap saja aku ayahmu, kau tidak akan bisa—"

"Aku bisa," sela Jiyeon, mendekati ayahnya, menekan jarinya ke perut Ilwoo. "Jauhi Hoseok, atau aku akan benar-benar membuatmu—"

Ilwoo tertawa sekali lagi, merasakan jari Jiyeon yang kini dia genggam gemetar, meski dia hampir tidak bisa menemukan ketakutan di manik cokelat Jiyeon yang biasa dia lihat.

"Ilwoo, Jiyeon, apa yang kalian lakukan di sana?" Jungah muncul dari belakang Jiyeon.

Ilwoo memutar bahu Jiyeon dan merangkulnya, memasang senyum tenang saat Jungah kian dekat.

"Hanya ngobrol, sudah lama aku tidak mendengar keluh kesah Jiyeon." Ilwoo melepaskan rangkulannya. "Kita pulang sekarang?" tawarnya pada Jungah.

"Iya, Aera kurang sehat, butuh istirahat." Jungah meneliti Jiyeon yang agak pucat. "Jiyeon, mau pulang sama-sama?"

"Tidak, Seokjin memintaku menunggu di sini, sampai Jimin datang." Jiyeon cepat-cepat menambahkan seraya memandang ayahnya.

"Sampaikan salam ibu untuk Seokjin."

Tuan Kim dan Sang PelacurWhere stories live. Discover now