06 ✏ Gurat luka

831 72 2
                                    

Hiduplah bahagia dan lupakan...





















Segala tentang Irsyad....
















Kalimat lirih kembali terngiang jelas diingatan seorang Alvaro Gibranuel, hari dimana ia dengan mantap menerima saran dari bocah dengan beda usia 8 tahun darinya. Dulu kalimat itu hanyalah sebatas kalimat biasa ditelinganya, namun sekarang begitu ia mengingat didalam kepala, rasa sakit yang ditimbulkan jelas nyata adanya.

Sangat diluar perkiraan, betapa ia sangat menjadikan Irsyad sebagai dunianya, semestanya.

"Perasaan menyesal akan terus ada"

Saudara yang berbeda 2 tahun darinya datang entah darimana dan mendekat kearah Gibran yang tengah melamun, menatap Irsyad yang sedang menikmati martabak dengan isi full daging dengan pandangan hampa penuh penyesalan.

Minuman kaleng bersoda mengeluarkan suara desisan ketika dibuka, Daniel menegak minuman yang ia pegang hingga tandas setengahnya.

"Perasaan bersalah itu dateng lagi, betapa bodohnya gue dulu"

Decakan kesal terdengar dari seorang pengusaha muda tersebut. Daniel memang sudah mengetahui bagaimana pertemuan Gibran dengan adik manisnya 3 tahun lalu, meski sempat ingin melayangkan bogeman ke rahang tegas kakaknya itu tapi ia tahan karena dirinya yang dulu pun tak jauh berbeda.

Tanpa balasan, Daniel hanya mampu terdiam. Ekspresi wajahnya berubah sendu, jika diperjeli seseorang dapat melihat penyesalan serta amarah yang begitu terpampang diwajah datarnya.










🌳
🍃
Berkat ancaman dari Gibran yang mengatakan akan membuang martabak asin menggiurkan milik mereka, berhasil membuat dua bocah yang sedari tadi sibuk baku hantam menggunakan bantal sofa terduduk diam saling berjauhan, pipi mereka yang bulat menggembung kala menikmati makanan yang diletakan tepat ditengah tengah keduanya.

Sambil menyaksikan iklan bubur di-televisi tanpa sadar Nathan bergumam kecil,

"Apa enaknya coba makan bubur diaduk rata kek gitu"

Telinga kecil Irsyad mendelik, menangkap tajam penuturan bocah yang duduk manis lumayan jauh darinya.

"Ada cita rasa tersendiri. Orang kek lu gak bakalan pernah tau" sahutnya ketus

"Heh cita rasa? Kek muntahan kucing iya" Nathan tak mau kalah

"Eh eh.. penghinaan terhadap makanan ini namanya, lu kalo makan bubur gak diaduk gitu, emang apa enaknya juga? Bumbu sama printilannya gak tercampur rata dan akhirannya malah jadi hambar. Ihh.. gak banget, gak ada bedanya sama makan nasi direndam air" Irsyad menampilkan raut wajah memuakan dimata Nathan, anak itu bahkan mengepek ngepekan tangannya tanda jijik

"Sembarangan lu. Disitulah kenikmatannya, dan hanya bisa dirasakan oleh lidah orang orang elit bukan lidah orang yang kalo makan bakso, kecap sama saosnya harus sebotol, belum lagi cuka sama sambel. Tekor penjualnya sekali lu makan bakso ditempat dia" seru Nathan sedikit melebih lebihkan

"Idih sok elit lu. Sama sama kaum penyuka mie instan daripada spageti aja soksok an jadi orang elit" Irsyad menunjuk wajah menjengkelkan Nathan lalu menyambung dialognya, "Daripada lu, makan bakso bening gitu, gak berwarna banget idup lu, aneh banget asli"

"Haha.. lu ngatain gue aneh? Ngaca bro, lebih aneh mana sama lu yang kalo minum air kemasan dalam gelas nusuk sedotannya pasti dipinggir terus, orang normal itu mah dibagian tengah. Btw kek hidup lu berwarna aja" balas Nathan tak terima, diakhiri dengan senyum sinis

Awal tanpa Akhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang