12 ✏ Rumah dingin

387 42 2
                                    

Mansion utama keluarga Archim...


Denting sendok dan garpu yang saling berbenturan terdengar bersautan dalam keheningan lima orang yang saat ini sedang duduk bersama dimeja makan.

Menikmati makan malam yang tersaji dengan khitmad. Tanpa ada satupun yang berniat membuka suara.

Berlalu begitu saja,
Acara makan malam pun usai, kini kelimanya sedang berkumpul diruang tamu, sembari berbincang bincang.

"Bagaimana perkembangan perusahaanmu Gibran" Nelson Alfares Archim, sang kakek membuka pertanyaan

"Sempat ada beberapa masalah kecil, tapi sudah aku selesaikan dengan baik" Gibran membalas dengan raut muka datar

"Daniel, Kamu udah kembangin brand kamu?" Kini sang ibu ikut bertanya

Kecintaan Daniel terhadap dunia bisnis begitu besar. Persaingan dalam mengembangkan dan menjual suatu barang adalah hal yang menarik untuknya. Selama berkuliah dijurusan bisnis, Daniel sudah sering ikut terjun langsung di perusahaan keluarga Archim.

"Brand milikku sudah mulai ku perkenalkan ke beberapa orang penting dalam pasar, tapi aku belum memikirkan untuk me-launching'kan suatu produk"

"Ayah, bisakah aku bertanya?" Daniel mengalihkan,

Sang ayah pun mengatakan iya sebagai jawaban untuk anaknya yang akan segera terjun mengikuti jejaknya.

"Siang kemaren." Mata Daniel menyipit, "apa ayah bertemu Irsyad?"

Kedua mata Edgar membola terkejut, ia pikir pertanyaan yang akan diutarakan sang anak berkaitan dengan bisnis, tak terpikirkan olehnya sang anak akan terang terangan membahas hal tabu itu dihadapan istri dan ayahnya.

"Ayah, Daniel bertanya" suara berat yang terkesan datar menyeru,

Ia adalah Gibran. Malas sebenarnya menghadiri makan malam dari keluarga yang tak lagi sama. Keluarganya memang kembali hangat seperti dulu, tapi orang orang didalam rumah ini kian membuatnya muak.

Ayahnya yang bersikap seperti tak memiliki kesalahan, ibunya yang memilih tak menghiraukan masalah ini dan kakeknya yang terus terusan menghina Irsyad tapi tak pernah sekalipun menghakimi anaknya dengan dalih "wajar saja, manusia tak pernah luput dari kesalahan".

"Daniel kenapa kamu terus terusan membahas tentang dia? Kamu gak mikirin perasaan ibu" Dini turut mengungkapkan dengan raut penuh kekecewaan

"Ibumu benar Daniel. Tak seharusnya kau membicarakan tentang anak kotor itu" Perkataan Nelson mengundang emosi, Gibran mendesis tertahan.

Kecewa, retakan dihati Daniel semakin memecah. Mereka bukan lagi keluarga terbaiknya seperti dulu, bukan lagi orang orang yang selalu ia kagumi.

Rumah ini memang diisi dengan kedamaian yang harmonis, dengan rasa hangat akan kebersamaan. Tapi rasa hangat itu dibangun dengan melupakan seorang korban, rasa damai itu mengorbankan orang yang tak bersalah. Tapi mengapa mereka terlalu buta,

Rumah harmonis pun terkadang tak bisa dikatakan sebagai tempat untuk pulang...

Ini salah! Kenapa tidak ada yang menyadarinya?!

"Apa kalian buta? Atau apakah kalian berpura pura tak tau apapun?!"

"DANIEL! Ayah menyuruh kalian pulang bukan untuk berdebat. Melainkan untuk berkumpul bersama setelah sekian lama, apa kau berniat menyakiti perasaan ibumu?"

"Aku hanya menyuarakan apa yang menurutku benar ayah. Ini salah, tak seharusnya kehidupan Irsyad dikorbankan untuk ketenangan keluarga kita"

"Apa yang kau lihat dari anak kotor itu. Dia hanya benalu dikeluarga kita yang harus disingkirkan"

Awal tanpa Akhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang