16 ✏ Bocah hujan

335 49 2
                                    

Semesta terkadang begitu lucu. Membawa penghuninya terus  terombang ambing dalam pusaran yang tak bisa ditebak.
Mengikuti putaran poros takdir yang terkadang membuat kita bahagia tapi terkadang juga membuat kita menangis.

Ternyata permainan yang diciptakan oleh semesta sebercanda itu. Benang merah alam dihubungkan kejari jari tangan orang orang yang dipilih oleh takdir, terjalin kemudian membentuk sebuah ikatan, dengan benang merah tak kasat mata sebagai saksinya.

Nathan kini tertidur didekapan Elzan, setelah menghabiskan waktu yang lama untuk saling bercerita yang lebih muda terlelap lebih dulu.
Ia perhatikan garis wajah adiknya, hatinya menghangat. Ia peluk tubuh mungil itu, terasa sama seperti hari itu.

Rasanya begitu nyaman dan menenangkan, sama seperti pelukan bocah yang memeluknya ditengah hujan saat itu. Pelukan sejuta rasa yang tak bisa ia jelaskan telah menjadi candu tersendiri untuknya.

"Tolong tetaplah tersenyum untukku.. bocah hujan"







***

Hari dimana seorang Elzan benar benar hancur adalah saat sosok wanita tua meninggalkannya selamanya. Saat dimana ia kehilangan orang yang sangat berharga untuknya, namun bocah hujan itu datang, memeluknya, menenangkannya.

Memberinya kehangatan ditengah dinginnya air hujan.

Elzan ingat betapa hangatnya dekapan itu, namun ia tak cukup bisa mengenali siapa bocah laki laki itu.

Siapa dia?

Selama waktu 1 minggu ini ia habiskan untuk mencari tau tentang si bocah hujan tapi tak kunjung mendapatkan jawaban. Ia selalu kembali ketempat itu dengan harapan bertemu kembali dengan dia.

Namun segala usaha yang ia kerahkan tak kunjung membuahkan hasil. Langkahnya ia bawa kesebuah tempat pemakaman umum diujung pekotaan, dituju nya sebuah makam yang masih basah penuh dengan taburan bunga.

Semerbak wangi bunga kuburan menyapa indra penciuman.

Diusapnya batu nisan bertuliskan 'Mira binti Alfarisi' dengan pandangan sendu, tak ada air mata kali ini hanya ada kehampaan kosong dari relung tergelap dalam dirinya.

Ia kembali merasa kesepian..

Sebuah langkah pendek mendekat, dengan senyum kecil yang menghiasi wajah manisnya. Dibawah jatuhnya bunga kemboja yang terbawa oleh angin, langkah itu terhenti.

Ia bawa dirinya berjongkok tepat disebelah seorang pemuda yang masih setia pada lamunannya.

"Mira binti Alfarisi"

Mata tajam itu terangkat, ia tolehkan kepalanya guna mendapati siapa yang baru saja menyebut nama sosok berharga baginya. Dilihatnya, tepat berada disampingnya, anak kandung dari ayah tirinya.

"Mau apa lu disini?"

"Nemenin abang" Nathan menjawab acuh

Elzan berdiri, berniat berjalan menjauh tapi langkahnya dihentikan oleh bocah pendek itu.

"Abang, Nathan boleh tanya sesuatu gak?"

Yang lebih tua tetap enggan berbalik, tapi dengan dia yang menghentikan langkahnya cukup membuat Nathan tau jika Elzan memberi ijin.

"Bagi abang, semenyakitkan apa kehilangan itu?"




Awal tanpa Akhir
16 ✏ Bocah Hujan




Awal tanpa Akhir [END]Where stories live. Discover now