35 ✏ Belum berakhir

506 37 3
                                    

"Kamu masih hidup? Selama ini dimana aja?" Daniel menatap Irsyad dengan wajah sendu, tangannya dengan telaten membersihkan bercak darah dipelipis Irsyad dengan selembar tisu. Menyingkap poni sikesayangan agar helai rambut tak menyentuh noda darah.

"Irsyad juga sebenarnya gak nyangka masih bisa hidup sampai saat ini bang. Malam itu Irsyad sama Nathan jatuh dari atas jembatan. Pas udah buka mata ada kek Gion sama Nathan yang pelukan. Kata mereka Irsyad udah gak sadarkan diri hampir seminggu dirumah sakit, syukur aja dimalam itu kek Gion nemuin kami berdua jadi kami bisa dapat penanganan cepat"

"Kita nunggu Gibran, adek harus jelasin semuanya tanpa ada yang boleh terlewat"

Raut wajah Daniel menatapnya sendu, "Soal bi Ranti--"

"Irsyad udah tau kok bang"

"Adek? apa maksud kamu?" Daniel bertanya dengan suara bergetar

Irsyad hanya tersenyum.

"Jawab abang" Daniel mendesak. Membawa tangan kekarnya menyentuh pipi Irsyad.

Apa kata adiknya tadi, ia telah mengingat semuanya? Sejak kapan? Apa itu artinya lagi lagi Irsyad menyimpan rasa sakit seorang diri.

Irsyad mengangguk pelan lalu menyentuh tangan Daniel yang memegang pipi kirinya,

"Sejak malam dimana Irsyad menghilang, sebenarnya Irsyad udah mengingat semuanya. Seseorang bernama Arkin bantu Irsyad buat mengingat segala kenangan yang udah Irsyad kubur. Abang tau, malam itu rasanya sakit banget.. Irsyad tersiksa banget lo bang, rasanya kepala ini kayak mau pecah" ada getir disetiap kalimatnya, sebelah tangannya mencengkram kepalanya sebagai tanda rasa sakit yang ia rasakan dimalam itu.

Irsyad menghela napas sejenak melihat keterdiaman Daniel. Kepalanya menoleh melihat dua orang menatap mereka dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Bang Ari sama bang Alfa keren ya bang, mereka kayak udah terjamin banget masa depannya. Sedangkan Irsyad?" Hati Daniel teriris mendengarnya, ia bawa tubuh rapuh adiknya itu kedalam pelukannya.

Dua orang yang merasa namanya disebut tersentak mendengar penuturan yang diutarakan Irsyad. Perlahan mereka maju mendekati Irsyad yang berada dipelukan Daniel.

Biarkan mereka meminta maaf dengan benar kali ini, jika diperlukan mereka bersedia bersujud dibawah kaki Irsyad hanya demi diterimanya kata 'maaf' penuh penyesalan.

Daniel menahan tangisnya. Dia tak tau rasanya, karena ia tak pernah menjadi korban bully sebelumnya. Apa begini perasaan semua korban bully ketika melihat pelaku yang dulu membully nya, sekarang justru hidup dengan sempurna?

Dalam benaknya Daniel berpikir,

Mengapa ia tak bisa setegar Irsyad?

Anak itu sangat tenang tapi ia justru menangis. Memalukan, siapa yang seharusnya ditenangkan? Ahh, Daniel rasanya ingin meneriaki dirinya dimasa lalu dengan segala macam umpatan.

Nathan memejamkan matanya saat menyaksikan adegan pelukan antara Irsyad dan Daniel, jika diingat kejadian malam itu rasanya tangisnya akan kembali pecah.

Nathan menyaksikan sendiri didepan kedua matanya bagaimana Irsyad berteriak dan mengeluh tentang rasa sakit yang seakan menghantam kepalanya, bagaimana jatuhnya bulir keringat sebiji jagung dari pelipis anak itu terekam jelas diingatan.

Malam itu benar benar mengerikan, semalaman penuh hanya diisi dengan teriakan Irsyad yang dipaksa untuk mengingat hal yang sudah dengan jelas dikubur oleh otaknya.

Andai saja Rafa dan Alby tak datang dan menyelamatkan mereka saat itu, Nathan tidak tahu hal apa yang akan terjadi selanjutnya.

Bahkan Nathan masih ingat dengan jelas saat Arkin mencoba membawa mereka. Arkin sama sekali tak melukai ia maupun Irsyad, ia justru melukai dirinya sendiri hingga bercak darahnya terciprat kedinding. Arkin mengatakan bahwa akan bunuh diri disini apabila mereka tidak menurut.

Awal tanpa Akhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang