25 ✏ Andaikan, satu saja

217 32 1
                                    

Pekikan para siswi terdengar dari segala penjuru sekolah, Dirga keluar dari mobil hitam yang ia kendarai, dengan penuh wibawa.

Dibelakangnya mengikuti, Nathan yang bejalan lesu merasa tak nyaman dengan banyaknya pasang mata yang memperhatikan mereka bertiga, sedangkan Irsyad hanya acuh sembari menyeruput susu kotak coklat pemberian dari Gibran.

"Bu, bu Hanna" pekik Irsyad. Nathan menoleh guna mendapati si anak curut yang mendekati Guru bk pertama disekolahnya yang kini beralih menjadi guru bk di sekolah lain.

"Irsyad? Kenapa nak?" Sang guru menoleh,

"Gak papa, manggil aja. Hehe.."

"Kamuu ini, gak berubah juga" guru yang tak lagi muda itu menghadiahi jeweran pada daun telinga Irsyad, membuat si empu meringis

Nathan menatap pemandangan itu jengah. Tak bernafsu untuk ikut campur kejahilan si gagang sapu, ia memilih untuk pergi lebih dulu bahkan melewati tubuh sang kakak, membuat Dirga heran sendiri.

Dari pagi, adiknya itu terlihat tak bersemangat..

Menyamakan langkah kecil Nathan, Dirga kalungkan lengan kirinya kebahu yang lebih pendek.

"Kenapa, hm?"

"Kenapa apanya bang?" Tanya Nathan heran

Dirga menatap mata indah adiknya, mata itu terlihat lebih sayu daripada biasanya "Gak suka abang udah mulai sekolah disini lagi?"

"Suka" singkatnya

Kerutan samar terlihat dikening Dirga, dimana adiknya yang cerewet biasanya?

"Adek--"

"Abang langsung kekelas aja ya. Nathan juga mau langsung kekelas" anak itu lepaskan pelan rangkulan Dirga lalu berjalan menuju kelasnya yang berlawan arah dari ruang kelas kakaknya, meninggalkan Dirga yang berdiri diam penuh kebingungan.

Langkah kakinya ia bawa kesebuah kursi dikelas X-Ipa 2, mendudukan dirinya dengan cara menghempas badan, Nathan langsung saja bertelungkup diatas meja.

Entahlah, ia tak tau kenapa. Sejak kemarin ada yang aneh dengan tubuhnya, tapi ia tak tau apa yang salah. Lalu hari ini, ia benar benar kehilangan tenaga, kepalanya pun terasa berat.

Apa ia harus memberi tau para abangnya?

Tidak, ia tidak ingin menyusahkan.

Irsyad duduk dalam keheningan disamping Nathan, entah kenapa hubungan mereka berdua dengan rekan sekelas yang lain tak pernah terasa baik.

Dibalik tangan, Nathan munculkan sedikit sebelah matanya, mata sayu yang tertutup rambut poni yang mulai memanjang. Ia perhatikan goresan yang tertampil diwajah Irsyad terlihat lebih jelas hari ini.

"Lu gak pake gel penyamar luka-nya?" Tanya Nathan langsung ke poin

"Hah?" Irsyad langsung cengo, segera ia berdiri mendekati seorang siswi yang sedang memupuk bedak diwajah, Irsyad rebut cermin itu langsung tanpa persetujuan pemiliknya.

"Eh, lo apa apaan sih?"

"Pinjem bentar"

Diabaikannya wajah garang siswi tersebut karena kini kedua mata Irsyad membola melihat goresan dipipi kirinya yang tak tersamarkan.

Bagaimana ia bisa lupa hal sepenting ini, tapi mengapa tidak ada satupun dari kakaknya yang menegur hal ini?

"Makasih" Irsyad letakan asal cermin itu diatas meja setelah mengucapkan kata keramat yang hampir punah, namun tetap saja membuat siswi yang telah ia kacau geram.

Awal tanpa Akhir [END]Where stories live. Discover now