Epilog (Tanpa adanya akhir)

978 39 18
                                    

"Mingwir bwang iel..."

"Hah? Apa apa? Coba dek ulangi" Daniel berujar antusias

Irsyad menelan roti yang sejak tadi ia kunyah, "GUE BILANG MINGGIR DANIEL ANJ"

Satu sentilan mendarat dibibirnya membuat Irsyad meringis dan dengan lebay berjongkok, reaksi berlebihannya itu seolah olah Daniel baru saja menampar wajahnya.

Daniel turut berjongkok disamping tubuh Irsyad, matanya penuh akan binar dan hal itu membuat Irsyad menatapnya horor. Ia jadi ngeri sendiri.

"Abang suka panggilan tadi, coba ulangi!" Daniel memaksa

"Dih, apaan. Ogah" jujur saja, mulut Irsyad sedang penuh tadi, dan lidahnya tanpa sengaja terpeleset memanggil nama Daniel.

Dan diluar dugaan, sipemilik nama justru kegirangan.

"Gak mau tau, mulai hari ini adek hari panggil abang, bang Iel" ucapnya dengan senyum bangga kemudian berdiri dan berlalu meninggalkam Irsyad

Dengan cepat bocah itu berdiri dan berteriak "LAH KOK MAKSA, POKOKNYA GUE GAK MAUUUU YA ANJ*NG!!"

Deru air hujan berlomba lomba jatuh membasahi bumi. Berpijak pada lantai yang terasa dingin seorang pemuda menatap rindu foto seseorang digenggaman tangannya.

Daniel tersenyum kecil saat melihat wajah manis adiknya dari sebingkai foto yang terpajang dimeja samping tempat tidurnya.

Meletakkan kembali foto berlapis bingkai itu, laki laki berusia 21 tahun yang sebentar lagi merayakan ulang tahun ke 22 tersebut melangkahkan kakinya kedepan jendela yang masih tertutup tirai abu abu.

Akhir desember 20**

Menyimbak tirai, pemandangan langit gelap akibat berkumpulnya awan kumulonimbus adalah suguhan hampa untuknya.

Beberapa menit yang lalu hujan deras mereda. Namun melihat awan hitam tersebut membuat Daniel yakin, tak lama lagi rintik air hujan akan kembali turun.

Angin bertiup kencang. Kamarnya gelap, bahkan tak bertambah terang  ketika ia membuka tirai. Padahal saat ini matahari harusnya sudah menampakan diri. Tapi dengan teganya awan hitam itu justru menutupinya.

Disamping jendela tersebut terdapat sebuah figura foto yang tergantung rapi. Figuran dengan enam orang tersenyum didalamnya.

Orang pertama dari pojok kiri adalah Edgar, pemuda yang mendekati usia 21 tahun tersebut menjadi lebih tertutup dan sulit untuk didekati.

Hari harinya hanya dihabiskan untuk mengejar dunia, dengan tekad ambis nya ia sedang mencoba menyelesaikan kuliah ditahun ini.
Membangun panti asuhan tanpa sepengetahuan siapapun, menyewa orang terpercaya dan mengurus banyak anak kurang beruntung disana.

Pria kedua yang berdiri dengan pose tangan didalam kantong adalah Dirga, sejak menyelesaikan SMA, Dirga langsung saja mendaftar di Harvard University Amerika Serikat.

Walau dengan tingkat kesulitan tak main main, Dirga melalui semuanya. Universitas kedokteran terbaik didunia, tak pernah terpikirkan oleh dirinya sendiri bahwa suatu hari ia berkeinginan menjadi seorang dokter.

Orang ketiga pada foto itu adalah Gibran. Pemuda itu menjadi lebih sering berada di apartemen ketimbang mansion Archim, pulang pun apabila terdapat perayaan tertentu atau Dini yang memintanya berkunjung.

Memperluas kekuasaan adalah hal yang siang malam dia tekuni. Gibran bahkan mulai terjun kedalam dunia entertainment dan mulai mendirikan Agensi atas namanya.

Orang selanjutnya adalah Daniel. Lulus dengan predikat mahasiswa terbaik, Daniel menekuni bisnis produk herbal dengan sangat profesional. Kehidupannya biasa saja sampai menjurus kemembosankan. Tidak ada hal menarik apapun.

Awal tanpa Akhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang