24 ✏ Musuh

221 32 3
                                    

Ruangan gelap juga berdebu menjadi ciri khas sebuah bangunan kosong yang berada jauh dari wilayah perkotaan.

Dengan setelan jas hitam, seorang pemuda bertubuh tinggi memasuki sebuah ruangan dimana hanya ada satu lampu sorot yang terpasang tepat diatas kepala seorang pria paruh baya yang diikat disebuah kursi kayu dengan keadaan tubuh penuh lebam kebiruan.

Nyamuk yang berisik itu telah terperangkap pada jaring laba laba yang terpasang disudut ruangan minim cahaya tersebut. Berusaha melepaskan diri, namun sia sia ketika sang pemangsa sudah memasuki wilayah kekuasannya.

Enam orang pemuda kekar lainnya yang berada diruangan penuh kegelapan segera menyingkir, membuka jalan untung sang atasan yang telah tiba dilokasi.

Memasuki satu satunya tempat yang tersorot oleh cahaya, Gibran berdiri dengan wajah datar. Kedua tangan yang bertengger apik disaku celana, ia keluarkan salah satunya guna mencengkram dagu seorang pria yang sudah tak berdaya.

Sorot wajah datar dengan tatapan intimidasi yang kuat cukup membuat enam orang yang mengelilinginya berkeringat dingin, kecuali satu orang yang ia ketahui bernama Arkin.

Orang yang terikat dengan wajah penuh lebam itu justru tertawa saat Gibran mencengkram wajahnya.

"Hahahahahahahaha.... Apa kau juga akan memukuliku seperti 6 sialan lainnya. Biar kukatakan dengan jelas sekarang, walaupun kau mematahkan semua tulangku aku akan tetap enggan menjawab semua pertanyaanmu"

"Siapa yang menyuruhmu?" Satu pertanyaan yang terlontar tanpa basa basi cukup membuat hening penuh rasa dingin yang menembus hingga ketulang,

"Tidak ada yang menyuruhku. Tapi kebencian ku pada Edgar sialan itu begitu besar melebihi bumi dan seisinya, jadi apapun yang terjadi aku telah bersumpah untuk tak menghalangi tujuan orang itu, jadi kau tak akan mendapatkan informasi apapun dariku. Selain itu juga, ada rumor tak mengenakan soalnya bukan? Tentang... pembunuh?" Laki laki itu menyeringai remeh

Gibran hempaskan kasar dagu laki laki tersebut, sungguh ia telah mengotori tangannya untuk hal yang sia sia.

Mengelap tangan kirinya dengan sebuah sapu tangan yang ia dapatkan dari saku celananya, Gibran membalikan badan seraya berujar.

"Tidak berguna. Selesaikan!"

***


Ada yang aneh menurut Nathan sejak ia menginjakkan kaki disekolahnya hari ini. Rasanya begitu damai, tidak ada kalimat umpatan yang ditujukan padanya, tidak ada gumpalan kertas bertuliskan kata mati yang dilempar kearahnya, tidak ada orang asing yang akan repot repot mendekatinya hanya untuk sekedar menumpahkan minuman keatas kepalanya.

Benar benar tidak ada, rasanya tenang tanpa ada segala macam gangguan.

Aneh. Tidak, bukannya Nathan tidak bersyukur dan mengharapkan perundungan kembali ia dapatkan, tapi bukankah ini terlalu tiba tiba.


Apa mereka mendapat hidayah secara bersamaan?


Jam kosong saat mata pelajaran terakhir adalah surga bagi para siswa, Nathan tolehkan pandangannya kesamping dimana rival seperjuangannya sedang menyelam kealam mimpi. Anak itu tidur dengan posisi bertelungkup diatas meja, sedikit merubah posisi tidurnya membuat padangan Nathan terkunci pada gores samar dipipi putih sigagang sapu.

Goresan tidak terlalu dalam yang ia dapatkan dikejadian beberapa hari lalu, berhasil disamarkan berkat bantuan krim gel dari seseorang yang ia yakini Irsyad kenali.

Awal tanpa Akhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang