33 ✏ Dislike (2)

251 31 1
                                    

Bugh..

Prang..clingg..

Belati dengan gagang hitam yang diukir cantik tersebut terlempar kesembarang arah. Pelakunya adalah Mick yang telah menendang keras tubuh sipemilik belati, lalu menghanjarnya dengan brutal. Tentu saja laki laki itu tak akan mengalah dengan mudah, akibatnya perkelahian kembali terjadi.

Dibelakang tubuh Mick yang telah mengambil alih musuh, Venus menghampiri dengan Inheler ditangannya. Jika dulu yang mengetahui perihal penyakit asma Nathan hanya Dirga dan Elzan, maka saat ini Venus, Irsyad dan Gion juga turut mengetahuinya, mengingat jika mereka telah bersama selama beberapa bulan terakhir. Dan ini bukan pertama kalinya Nathan kambuh ketika saat bersama mereka.

Mengocok sebentar lalu mengarahkan kemulut Nathan, Venus meringis kala mendengar deru napas Nathan yang terdengar begitu berat dan menyakitkan.

Gibran yang melihat pemandangan tersebut, memejamkan matanya menghalau segala rasa sesak ketika melihat bagaimana Irsyad akan meneteskan air mata. Bahkan Nathan pun sudah dalam keadaan lemah seperti itu.

"Irsyad!!" Gibran memanggil

Irsyad mendongak pandangan mata mereka bertemu. Gibran memberi Isyarat dan menunjuk melalui kode mata untuk mengambil sebuah handphone yang tergeletak. Entah milik siapa.

"Bang tolong" Irsyad berkata lirih, mata anak itu terlihat berkaca kaca.

Venus yang mengerti hanya mengangguk, lalu mengambil alih tubuh Nathan dari Irsyad dengan perlahan. Terus membantu anak itu agar dapat kembali bernafas dengan normal.

Sementara Irsyad melesat lalu memungut benda persegi yang ditunjuk oleh Gibran. Dengan tertatih ia berlari kearah sang kakak, saat tiba ditujuan pandangannya menggelap. Tepat disisi kursi Gibran, Irsyad jatuh bertumpu dengan kedua lutut.

Hal itu mengundang teriakan Dini.

Tangan Irsyad bahkan bertahan mencengkram pada pinggiran kursi yang diduduki Gibran. Kepalanya tertunduk, dan hal itu membuat Gibran panik setengah mati.

"Irsyad!! Kamu gakpapa? Dek--"

Irsyad mendongak, "gak apa apa bang, penglihatan cuma agak gelap tadi"

Gibran berdecak, gemuruh didadanya semakin menjadi jadi saat melihat darah segar yang mengalir dipelipis Irsyad. Bahkan aliran darah itu sudah masuk kedalam mata, "tekan nomor yang abang sebut"

Gibran dikenal dengan sifat tenangnya bahkan ketika saat sedang menghadapi musuh berbahaya. Tapi saat ini lihatlah betapa kacaunya dirinya.

Irsyad mengangguk mengerti. Gibran mengabsenkan deretan angka yang dapat menghubungkan komunikasi. Saat panggilan diseberang sana terjawab Irsyad dengan cekatan mengarahkan pada telinga Gibran.

"Bawa semua pasukan menuju mansion Archim! SEKARANG!" Dengan nada dingin, Gibran berujar tegas

"Maafkan aku, kumohon bertahanlah sebentar lagi, bantuan akan datang" suaranya melembut saat kedua matanya menatap Irsyad yang masih bertumpu dengan kedua lututnya, sorot matanya beralih dari tajam menjadi hangat.

Irsyad menganggukan kalimat terima kasih. Dengan perlahan ia bangkit.

"Kemana? Tetap disini!"

Irsyad menggeleng lemah, "masih ada yang harus Irsyad kerjakan bang. Aku akan baik baik aja" seraya tersenyum anak itu mencoba meyakinkan abangnya

Dengan berat hati, Gibran melepas kepergian Irsyad. Berjalan sedikit tergesa, kembali menuju komputer, Irsyad melewati Daniel yang sudah berhasil melepaskan satu tangannya yang terikat. Tenaga iblisnya benar benar menyeramkan.

Awal tanpa Akhir [END]Where stories live. Discover now