09 ✏ Ilusi atau fakta?

491 49 0
                                    

Disore hari yang teduh Irsyad mengajak kedua kakaknya untuk jalan jalan keluar. Menghabiskan akhir pekan, dengan berkeliling disebuah area hijau danau.

Berlari kesana kemari dengan tawa mengalun, langkah lebar kaki Daniel mengejarnya. Gelak tawa dari mereka bertiga terdengar renyah kala Daniel berhasil menangkap tubuh mungil Irsyad kedalam pelukannya, ia menggelitik anak itu tanpa ampun.

Hangatnya matahari sore tersamarkan oleh sang angin, gumpalan kapas langit berwarna putih silih berganti menutupi bersinarnya sang surya, hari berawan namun terpancar kecerahan.

"Bang iell.. ampun hahahaha" Irsyad tertawa tak mampu menahan air mata karena rasa geli yang disebabkan oleh gelitikan Daniel

Merasa puas mengerjai sang adik, Daniel berhenti. Membawa tubuh yang lebih kecil masuk kedalam dekapan, merengkuhnya lalu menciumi sayang surai hitam penuh kilau itu.

"Gantian" Gibran yang sedari tadi diam memperhatikan, melangkah maju sebelum kemudian mengambil alih Irsyad dari dekapan Daniel kedalam gendongan, mengabaikan tatapan tak suka yang mengarah padanya.

"Abang abang kenapa sih suka banget gendong Irsyad. Aku tuh udah gede, gak berat apa?" Anak yang berada dalam gendongan koala itu merengut, protes.

"Masa udah besar? Masih gembul pendek gini kok" balasnya tanpa raut bersalah, Gibran mengatakan hal itu juga bukan tanpa alasan. Tubuh yang begitu nyaman untuk dijadikan guling, terbilang pendek hanya sebatas dada Daniel juga dirinya ketika berdiri berhadapan. Tubuh Irsyad yang mungil terasa sangat pas digendongan Gibran maupun Daniel. Selain itu umurnya yang belum genap menginjak 14 tahun cukup membenarkan bahwa Irsyad benar benar masih bocah.

Gibran cukup heran sebenarnya, bagaimana diumurnya yang terbilang masih dini ini ia telah sampai dibangku kelas 1 SMA.

Dengan hati hati sisulung membawa Irsyad ke dalam pangkuannya ketika telah sampai pada sebuah tikar yang mereka gelar 30 menit lalu, disusul oleh kehadiran Daniel yang memilih duduk disebrang mereka berdua.

"Adek, kamu kok udah masuk SMA?" Melancarkan pertanyaan guna mengusir rasa penasaran yang menjalar dipikirannya

Yang diajukan pertanyaan masih memilih bungkam sembari menerima satu buah susu kotak coklat yang diberikan oleh Daniel, Irsyad meyesapnya santai seolah tak terjadi apa apa.

Karena memang tak terjadi apapun.. kan?

Sibocah kehausan. Namun ada gelagat tak biasa yang Gibran rasakan setelah mengajukan pertanyaan sederhana yang tak kunjung dijawab adiknya. Apa ia salah, jika tadi Gibran sempat merasakan bahwa tubuh Irsyad menegang?

"Ya bisa aja lah bang, kenapa gak bisa?"

Akhirnya anak itu menjawab, tapi Gibran tak merasa puas akan jawaban yang adiknya berikan.
Irsyad selalu seperti ini, apa adanya. Tapi kadang apa adanya dia selalu membuat greget sendiri

"Bukan gitu maksud abang, paling muda abang temui anak anak masuk SMA itu kisaran umur 14 kayak Nathan atau gak 15 tahun. Jarang banget usia 13 tahun udah jadi bocah SMA"

Irsyad terdiam, ia tau disebrang sana Daniel menatapnya rumit. Ia bingung sendiri kan harus menjawab apa.

"Kelas terbuka" menyadari raut kebingungan adiknya, Daniel membuka mulut

"Adek mengikuti kelas terbuka selama satu tahun dimasa seharusnya dia masih kelas 8. Ketika dapat ijazah ia langsung mendaftar ke SMA" Daniel melanjutkan.

"Tapi kenapa harus mengikuti kelas terbuka? Bukankah seharusnya dia menjalani masa SMP normal seperti seharusnya?" Rasa penasaran Gibran membuncah

Kini perhatian Gibran sukses  teralihkan pada anak didekapannya, anak yang masih fokus pada susu kotaknya.

Awal tanpa Akhir [END]Where stories live. Discover now