10 ✏ Permainan takdir

473 48 1
                                    

Curah air hujan yang turun kemuka bumi pada malam hari ini sudah mencapai 450 mm. Rasa menyesakan dihati seorang bocah berusia 14 tahun tak kunjung reda bahkan setelah ia berteriak. Nathan terus menangis. Memeluk kedua lututnya sambil menyembunyikan kepala, ia berusaha meredam isakan yang keluar dengan menggigit bibirnya sendiri. Ia tak ingin menangis, hingga tancapan kuat dari giginya berhasil merobok kulit bagian dalam bibir, membuat rasa sejenis besi terkecap indra perasanya.

Pintu kamarnya dibuka, kemudian dikunci dari dalam. Dirga dan Elzan melangkah mendekati sosok ringkih yang terlihat kacau.

"Abangg.." ketika melihat keberadaan kedua abangnya, Nathan semakin tak kuasa menahan tangis,

Rentangan tangannya segera dibalas oleh Dirga yang berjongkok menyamakan tinggi sang adik yang saat ini tengah meringkuk dilantai, dibawanya anak itu kedalam dekapan hangat. Menenggelamkan tubuh mungil sang adik didalam rengkuhannya. Tangan kanannya meremas surai hitam bagian belakang kepala adiknya dan tangan kiri yang masih setia mengusap pelan punggung rapuh yang kini masih bergetar.

Nathan menangis sejadi jadinya ditengah keheningan malam itu, menumpahkan segalanya didada bidang sang kakak, mengabaikan teriakan teriakan yang berasal dari kamar yang tak berada jauh dari kamar miliknya.

"Sstt.. udah ya. Dari tadi adek udah teriak teriak. Ini juga nangisnya udah lama, abang gak mau kamu sakit. Udah ya sayang, sini cerita dulu, ada apa sebenarnya"

"Gak mau.. abang jangan dilepas" Nathan benar benar kacau, akal sehat tak lagi ia miliki

Kekacauan dari ruang sebelah pun tak kunjung usai, suasana mansion malam ini begitu menyedihkan.

"Udah dulu jangan nangis makanya, mana mendekap gitu lagi didada abang, nanti sesek dek" Dirga menatap Elzhan  meminta pertolongan,

Dilepas paksa pelukan itu oleh Elzhan, mengabaikan rengekan pilu dari kesayangannya. Anak itu sudah terbatuk batuk karena terlalu lama menangis, membawa tubuh kecil adiknya kedalam gendongnya, Elzhan berdiri lalu mulai menenangkan permata kecilnya. Tangan kokohnya menepuk pelan punggung Nathan, menyalurkan kehangatan serta memberi ketenangan.

Setelah dirasa Nathan mulai tenang,  dengan pelan ia mendudukan dirinya dipinggir ranjang. Sambil masih mendekap nathan, tangan kokohnya tak henti henti mengusap sayang surai hitam sang adik.

Dengan nada selembut mungkin Elzan berbicara. Ia tak ingin membuat tangis adiknya kembali pecah,

"Kalian lagi ada masalah ya?"

Diusapnya sayang surai hitam lembut itu, menyingkap poni hingga menampilkan kening putih mulus. Sebelah mata Nathan sedikit terpejam kala tangan besar Elzan menyugar rambutnya "mau cerita gak sama abang?"

Keheningan tak bertahan lama kala Nathan mulai membuka mulut kecilnya, "Irsyad ketemu ayahnya tadi siang, ayahnya jahat banget bang. Sakit hati Nathan liatnya"

Dirga beranjak dari posisi dan duduk disebuah kursi putar didepan meja belajar.

"Nathan takut. Gimana kalo suatu saat Nathan berada diposisi Irsyad" suaranya kembali bergetar, cengkraman tangan pada badan kakak sulungnya ia eratkan.

"Apapun yang akan terjadi nantinya, abang sama Elzan akan terus ada dipihak kamu. Kami janji" sahut Dirga mantap

***


Tak lama setelah ia memasuki kamarnya, emosi Irsyad semakin tak terkendali. Apa saja yang ada dipenglihatannya ia lempar asal, meratakan semua barang yang tersusun rapi diatas meja belajar.
Suara barang yang menghantam daratan akibat tarikan gravitasi menimbulkan keributan ditengah heningnya malam.

Awal tanpa Akhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang