Pertemuan di Bukit

90 76 13
                                    

Happy Reading✨

Waktu kini telah menunjukan pukul 12 tepat. Artinya sudah waktunya untuk pulang. Hari ini Nesyi hanya pulang bersama Leo saja, karena mereka tak tau dimana keberadaan Lion. Lelaki itu telah menghilang sejak istirahat beberapa jam lalu.

"Udah ada kabar dari bang Lion, bang?" Tanya Nesyi pada Leo ketika mereka telah berada di dalam mobil.

Leo menggeleng sejenak. "Paling pergi sama gengnya."

Nesyi cemberut. "Lo kenapa sih, bang? Cuek amat sama gue!"

Leo melirik sekilas kemudian kembali fokus melihat arah depan. "Hm." Cueknya.

Lantaran kesal, Nesyi pun menyuruh sang kakak untuk memberhentikan mobil. Leo menurut, lantas menepikan mobilnya.

"Ngapain?"

Tanpa menjawab Nesyi langsung keluar dari mobil. Membuat Leo tersentak kaget karenanya.

"Woy, woy! Mau kemana, lo?" Ucapnya kemudian bergegas keluar mengejar sang adik. "NESYI MAU KEMANA LO, WOY!"

Nesyi sama sekali tidak mengubris teriakan abangnya, dan lebih memilih melanjutkan jalannya. Semakin berjalan cepat kala melihat Leo menyusulnya, melihat ada taksi yang lewat, Nesyi lantas memberhentikannya dan masuk ke dalam. Leo berusaha mengejar. Namun, larinya tak secepat laju mobil tersebut.

"Nesyi." Panggilnya sembari mengejar taksi. "NESYI!"

Leo lantas bergegas kembali ke mobilnya. Masuk, menyalakan mesin, kemudian melajukan mobilnya mengejar Nesyi.

"Kenapa sih, abang! Kesel gue!" Gerutu Nesyi yang masih berada di dalam taksi.

"Neng, mau kemana?" Tanya sang supir.

"Taman kota."

Sang supir mengangguk. "Baik, Neng."

Drrtt drrrt~

Suara dering telepon terus saja berbunyi. Menampilkan puluhan panggilan tak terjawab atas nama 'Singa Posesif'. Nesyi menghiraukan deringan tersebut dan lebih memilih untuk menonaktifkan ponselnya. Singa posesif adalah nama kontak Leo yang diberi Nesyi di kontaknya. Jika di tanya maka gadis itu akan menjawab.

"Leo itu seperti singa, dan dia benar-benar orang yang posesif, terhadap apapun yang dimikinya."

Leo memarkirkan mobilnya ketika telah sampai di pekarangan mansion, dia lantas beranjak keluar dan berbegas masuk ke dalam. Ini kesalahannya, seharunya Leo tak mencueki adiknya. Dia tahu Nesyi tak suka bila dicueki. Mungkin terlihat berlebihan, tapi itulah Leo sang singa yang posesif.

"Nesyi lo dimana, Dek? Angkat woy! Angkat!" Gumamnya dengan panik dan terus mencoba menelepon Nesyi. Tapi bukannya menjawab, Nesyi malah mematikan ponselnya.

(*˘︶˘*).。.:*♡

Di sisi lain, Dhefin berkendara sendirian dengan kelajuan di atas rata-rata. Malam ini tampak lebih dingin dari biasanya, langit mendung, serta angin yang bertiup kencang, sepertinya malam ini akan hujan badai.

Saat ini, Dhefin sedang marah. Karena sepulang dari rumah sakit beberapa saat lalu, dia tak sengaja bertemu dengan seseorang yang paling di bencinya. Lagi dan lagi batinnya di sakiti oleh orang itu. Dhefin membencinya, benar-benar benci, bahkan dia berharap orang itu musnah dari muka bumi.

"Dasar pembawa sial."

Tiga kata itu terus saja terngiang seperti kaset rusak di dalam pikiran Dhefin. Ketua darah hitam itu menajamkan matanya di balik helm yang di pakainya. Memandang arah depan dengan amarah yang membara.

Kita Berbeda [Ending]Where stories live. Discover now