1. awal

19.9K 1K 75
                                    

Di sebuah ruangan, minim penerangan, seorang lelaki kisaran 17 tahun tengah menggeliat kecil, meringkuk menekan area perutnya. Dalam pejamnya, keningnya berkerut, tanda kesakitan.

"Ugh, sshh..." ringisnya pelan.

Karena sudah tidak tahan, akhirnya ia mengubah posisinya menjadi duduk. Meraba kasurnya, mencari ponsel. Ketemu. Segeralah ia membuka lock screen ponselnya. Dapat ia lihat, waktu kini menunjukan pukul 02:00.

Haruskah?

Kepalanya menggeleng pelan. Ini sudah malam, tidak seharusnya ia mengganggu seseorang untuk datang.

Ponsel itu, ia lempar asal. Dengan tangan yang bergetar, lelaki itu meraba laci nakasnya. Mengambil dua tabung kecil, mengambil isinya masing-masing satu.

Glek.

Kedua pil berbeda warna itu ia telan bersamaan tanpa bantuan air. Pahit, tentu saja. Tetapi ia sudah biasa. Bahkan, rasa pahit pil-pil itu kalah dengan rasa pahit hidupnya, mungkin.

"Ma...sakit..."

*****

Lelaki yang sudah lengkap dengan seragam sekolahnya itu, menuruni satu persatu anak tangga.

Sudah ia duga, keluarga nya sudah berkumpul di ruang makan untuk melakukan aktivitas paginya. Dan sudah ia duga, ia di tinggalkan.

Tenang, ia sudah biasa.

"Ck, kebiasaan deh. Gak pernah nungguin aku. Emang enak apa sarapan sendiri." gerutunya, seraya menarik salah satu kursi yang melingkari meja makan lalu mendudukkannya.

"Harus banget nungguin lo? Lo bukan raja. Lagian, kebo banget. Kalo kita nungguin lo yang ada kita telat." ucap seseorang sedikit ketus.

"Ya apa susah nya nunggu, gak lama juga kan?"

"Lo siapa harus banget di tunggu?"

Hening.

Lelaki itu, tidak tahu harus menjawab apa. Dirinya sudah biasa di tinggal, dirinya sudah biasa merasa tidak di anggap.

"Sudah, lanjutkan makannya. Kalian bisa telat." ujar seorang wanita satu-satunya yang berada di rumah mewah ini.

Hening beberapa saat, hingga suara sang kepala keluarga terdengar.

"Bagaimana dengan sekolah kamu, Gara?"

Lelaki yang bernama Gara itu segera menoleh ke arah sumber suara.

"Ah? Baik kok pa. Beberapa hari ini aku lagi di sibukkan dengan pemilihan ketua OSIS untuk tahun ini." ucap lelaki bertubuh mungil.  Calon, mantan ketua OSIS itu mengembangkan senyuman, menatap Laskar. Papanya.

Laskar, hanya manggut-manggut seraya membalas senyuman anak pertamanya itu.

"Kamu Andra?"

Andra, lelaki yang tengah fokus mengunyah makanannya itu mengalihkan pandangan, menatap Laskar.

"Aku juga baik kok pa. Cuma akhir-akhir ini agak sedikit di buat pusing sama ujian harian. Tapi gak papa, aku bisa ngatasin itu." Andra, lelaki itu menampilkan cengirannya.

Lagi, Laskar hanya manggut-manggut. Kedua anaknya itu begitu hebat. Dan, dirinya bangga.

"Papa bangga sekali dengan kalian berdua. Kalian berdua anak-anak hebatnya papa."

GaReNdra (SELESAI)Where stories live. Discover now