17. Pingsan?

6.5K 632 117
                                    

Perubahan Revano ternyata tidak hanya di rasakan oleh keluarga, tetapi juga Ellina serta teman-teman sekelasnya.

Lelaki itu lebih ke pendiam sekarang. Kalau tidak ada yang bertanya, maka laki-laki itu tidak akan berbicara. Tidak hanya pendiam, lelaki itu juga lebih sering menyendiri sekarang. Seperti saat ini.

Lelaki itu tengah terduduk seraya melipat kedua tangannya di atas lutut yang tertekuk. Pandangannya menatap lurus ke depan.

"Hah,"

Entah apa yang sedang lelaki itu pikirkan sampai-sampai ia tidak sadar  seseorang duduk di sampingnya.

"Gua cariin ternyata lo disini,"

Revano, lelaki itu sedikit terkejut namun tidak berekspresi apapun. Setelah itu ia menoleh ke arah samping kanannya. Sudah ada Anya disana.

"Mau minum?"

Revano menggeleng, ia mengubah posisinya menjadi memeluk lututnya sendiri. Membuat Anya yang berada di sampingnya menghela nafas pelan.

Anya, gadis itu menatap Revano dari samping. Sungguh, wanita mana yang tidak akan terpikat dengan pahatan tuhan yang begitu sempurna, hidung mancung, bulu mata lentik, bibir tipis serta rahang yang tegas.

"Lo sakit?" tanya Anya ketika menyadari bibir pucat Revano. Revano hanya menggeleng.

Lagi, Anya menghela nafas pelan. Setelah itu, meraih tangan Revano lalu menggenggamnya dengan lembut.

"Re, lihat gua deh." Anya mengubah posisi Revano agar menghadap ke arahnya.

Hening.

Keduanya saling tatap satu sama lain. Berbicara dalam hati masing-masing. Dan aksi tatap menatap itu berlangsung sekitar 15 detik.

"Ah, S-sorry gua gak sengaja." ucap Anya, sungguh ia benar-benar tidak sengaja untuk menatap lama Revano.

Revano hanya tersenyum tipis, setelah itu kembali mengubah posisinya seperti awal.

"Akhir-akhir ini gua perhatiin lo sering menyendiri. Lagi ada masalah?"

Revano terdiam, bingung harus merespon dengan apa pertanyaan Anya.

"Gua gak bakal nanya apa masalah lo. Gua juga gak bakal maksa buat Lo cerita. Tapi, kalo lo butuh seseorang untuk mendengar, gua siap. Tapi ingat Re, Lo cerita di saat lo siap aja. Gua gak maksa."

Revano masih terdiam. Entahlah ada apa dengan dirinya. Revano sendiri pun tak paham. Terlalu banyak hal yang ia pikirkan.

"Re, jangan anggap kalo lo itu sendiri. Ada gua di sini Re. Gua siap kok berbagi, gua siap jadi sandaran lo. Mungkin, ini terlalu tiba-tiba karena memang sedari awal kita gak Deket. Tapi apa salah kalo gua mau Deket sama lo? Jangan salah paham, Deket dalam artian teman."

Revano menghela nafas. "Gua bodoh An."

Anya terdiam, ia menatap Revano. Mencoba mendengarkan apa yang akan Revano katakan selanjutnya. Namun, hingga menit kedua, Revano tidak lagi mengatakan apa-apa.

"Emang kenapa?"

"Lo mau gitu berteman sama orang bodoh kayak gua? Yang justru banyak sekali dari mereka yang berbondong-bondong mendekati Gara hanya untuk berteman dengan Gara?"

Anya terdiam, tidak lama setelah itu ia kembali membuka suara.

"Salah gitu kalo kita berteman dengan orang bodoh? Padahal sebenarnya kita itu sama. Kita gak akan pernah bisa dan gak akan pernah mengerti kalau kita tidak mencoba untuk belajar. Kalo dunia ini hanya memikirkan tentang kepintaran maka anak bayi tidak harus belajar jalan, maka anak bayi tidak harus di suapi makan. "

GaReNdra (SELESAI)Where stories live. Discover now