21. Bolehkah aku iri?

5.7K 609 51
                                    

Hari-hari berlalu, keadaan Gara berangsur pulih. Setelah hampir dua Minggu tidak sekolah karena luka tusuk yang ia dapatkan. Hari ini, ia kembali bersekolah setelah pasca pemulihan.

Lelaki itu tersenyum manis seraya menatap dirinya di pantulan cermin. Tangannya terangkat, merapihkan tatanan rambutnya.

Setelah di rasa pas dan puas, lelaki itu segera mengambil tas nya. Lalu menyampirkan ya di satu pundak. Tangannya mengelus pelan dan sedikit agak menekan perutnya yang masih terasa linu.

Kaki itu melangkah keluar kamar, tidak lupa dengan senyuman andalannya.

"Selamat pagi papa," hal pertama yang ia lihat setelah keluar kamar adalah Laskar. Laskar tersenyum di buatnya.

"Pagi jagoan nya papa," balas Laskar senyumnya mengembang, ia menatap Gara dengan tatapan penuh rasa bangga.

"Gimana tampilan Gara hari ini pa? Udah keren kan?"

Laskar sedikit mengernyit, tangannya terangkat, membentuk sebuah persegi panjang, lalu menatap Gara dengan fokus. Seolah, ia tengah memotret Gara dengan kedua tangannya.

Tidak mau kehilangan momen itu, Gara bergaya, ia memutar tubuhnya sendiri.

"Perfect! Kamu tidak pernah gagal Gara."

"Ada kalanya aku gagal kok pa. Contohnya kemarin, aku gagal menjaga mama dan Andra."

Laskar menggeleng cepat. "Kegagalan itu hal wajar Gara. Kamu sudah berusaha yang terbaik, papa bangga."

Laskar menepuk pundak Gara sebanyak dua kali. Setelah itu, tangannya terangkat mengusap puncak kepala Gara dengan lembut. Membuat mata Gara terpejam, menikmati setiap elusan lembut tangan kekar milik Laskar.

Tanpa mereka sadari, Revano sedari tadi mengintip di balik pintu kamarnya yang terbuka sedikit. Ralat, ia tidak mengintip, tadi saat ia membuka pintu, ternyata sudah ada Laskar dan Gara di depan kamar Gara. Kebetulan, kamarnya dan Kamar Gara saling berhadapan.

Revano memandangi mereka tanpa ekspresi. Tidak mau berlama-lama menonton kemesraan anak sang ayah. Akhirnya ia memberanikan diri keluar kamar.

"Revano?" panggil Gara, sedikit melirih. Revano merespon? Tentu saja tidak, ia melewati Gara dan Laskar begitu saja.

"Tidak tahu sopan santun." ucap Laskar. Tentu saja, ucapannya di tujukan untuk Revano. Dan Revano hanya terdiam, seolah tidak mendengar.

Langkah Revano terhenti tepat di tengah-tengah anak tangga. Di bawah sana ia melihat Nilam tengah memakai-kan Andra dasi. Setelah itu, dapat juga Revano lihat, Nilam mengusap dada Andra dengan perlahan dan penuh kehati-hatian.

"Di sekolah nanti jangan nakal heum? Jangan terlalu capek, hindari juga lari-larian, jangan minum dan makan sembarangan oke? Gak baik untuk paru-paru kamu."

Andra mengangguk.

"Dan jangan lupa."

"Apa?"

"Di minum obatnya."

Bahu Andra merosot. "Bisa gak ma, Andra libur minum obat satu hari saja?"

Nilam mendelik, namun setelahnya tersenyum seraya menatap gemas ke arah anak bungsunya. Menurutnya, Andra itu ada-ada saja. Memangnya meminum obat seperti sekolah yang ada libur nya?

"Tidak bisa sayang, kamu harus tetep minum obatnya walau kamu ngerasa kondisi kamu itu baik-baik aja. "

"Tapi ma..." rengek Andra, ia sedikit memberenggut.

"Sekali tidak ya tidak. Emang kamu mau kamu tiba-tiba Anfal di sekolah karena tidak meminum obat? Emang nya kamu mau di rawat lagi di rumah sakit selama berhari-hari?"

GaReNdra (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang