14. Hasil lab?

6.4K 645 70
                                    

Terdengar suara decakan dari celah kedua bibir Laskar. Ia segera meraih ponselnya yang sedari tadi berbunyi. Nama Revano tertera jelas di layar ponselnya. Kening Laskar sedikit mengernyit saat melihat beberapa panggilan tidak terjawab dari Revano.

Laskar bangkit, ia membungkuk-kan badannya sebentar ke arah lawan bicaranya. Ia, dirinya sedang berada di kantor, lebih tepatnya di ruang kerjanya.

"Pak Bagas, sebentar ya? Saya angkat telfon dulu."

Bagas, Rekan kerja Laskar itu hanya manggut-manggut seraya tersenyum. Setelah mendapat izin, Laskar melangkah kan kakinya ke arah luar.

"Halo?" suara di seberang sana menyapa indera pendengarannya setelah Laskar mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Kenapa lagi sih Revano? Kamu tau saya sedang sibuk? Saya sedang ada meeting. Dan meeting itu harus saya tunda karena kamu."

Terdengar helaan nafas Revano di seberang sana.

"Maaf pah...Revano ganggu, Revano hanya ingin---" Di sana, Revano menggantung kalimatnya.

"---Maaf pah, Revano hanya ingin papa temani Revano kerumah sakit. Bisa?"

Kening Laskar mengernyit, Rumah sakit? Apa lagi ini? Masalah baru lagi?

"Buat masalah apalagi kamu Revano!" sentak Laskar, tanpa tahu di sana Revano terkejut dan hampir saja menjatuhkan ponselnya.

"Tawuran? Nabrak orang? Atau balapan liar? Sudah cukup Revano! Saya capek menghadapi sikap kamu! Berani berbuat masalah, hadapi masalah itu sendiri! Jangan minta bantuan saya dan yang lainnya! Anak kaya kamu harusnya sedari dulu saya biarkan sendiri tidak usah di bantu! Kalau sudah begini, orang tua juga yang susah!"

Nafas Laskar naik turun, sungguh ia benar-benar marah, tidak habis pikir dengan jalan pikir Revano yang semaunya.

"Sudah saya sibuk. Kamu urus masalah kamu sendiri. Saya sudah tidak mau lagi peduli. Mau kamu babak belur karena tawuran, mau kamu masuk penjara karena nabrak orang, atau bahkan kamu kritis di rumah sakit karena balapan liar. Saya tidak peduli, lakukan sesuka hati kamu Revano. Saya sudah capek!" itu kata terakhir yang Laskar ucapkan sebelum mengakhiri panggilan. 

Laskar terdiam beberapa saat, meremat ponselnya. Setelah itu menghela nafas berkali-kali untung menenangkan diri. Di dalam sana, masih ada Bagas. Tidak mungkin ia menemui Bagas dalam keadaan rasa marah bergejolak di dalam dada.

Soal Revano, biarkan saja. Revano sudah besar bisa mengurus masalahnya sendiri. Pikir Laskar.

Laskar kembali memasuki ruang kerjanya, dapat ia lihat Bagas tengah mencekal satu pigura dan menatapnya dalam. Membuat Laskar tersenyum melihat.

"Itu anak pertama saya, tampan bukan?"

Bagas terlonjak kaget, pigura itu hampir saja lepas dari genggamannya, namun ia tidak akan membiarkan itu terjadi.

Bagas mengangguk, ia menaruh kembali pigura itu ketempat semula.

"Tampan, tapi sepertinya saya pernah melihatnya, tapi di mana ya?" Bagas, mengernyitkan dahi. Ia mencoba berfikir, foto itu seperti tidak asing, ia pernah melihat foto itu tetapi tak tahu dimana.

"Serius?"

"Saya lupa. Tapi setelah melihat seragam yang dia kenakan, sepertinya---ahh, saya ingat. Anak ini yang selalu putri saya tunjukkan kepada saya dan istri saya. Kalau gak salah nama anak ini...Gara, apa betul?"

Laskar tersenyum seraya mengangguk. Tapi tunggu dulu, putri? Apa putrinya Bagas itu menyukai Gara? Laskar berfikir sejenak, kalau iya, apa yang harus ia lakukan? Ia jadi teringat dengan Gadis yang mengobrol dengan Gara waktu itu.

GaReNdra (SELESAI)Where stories live. Discover now