19. salah aku?

5.4K 590 98
                                    

Zhafran menghentikan laju motornya tepat di depan gerbang yang menjulang tinggi. Revano yang berada di boncengannya segera turun.

"Re, ini rumah lo?" tanya Zhafran, merasa tak percaya. Bagaimana tidak, Rumah ini terlalu mewah. Bangunan tiga tingkat itu bergaya Eropa.  hampir seluruh permukaan temboknya di cat berwarna gold.

"Iya bang, lo mau masuk dulu?"

Zhafran begitu takjub, namun kepala itu menggeleng pelan.

"Engga deh Re. Bentar lagi Anya pulang. Gua belum siapin makanan untuk dia."

Revano manggut-manggut, "Makasih ya bang udah anterin gua pulang. Makasih juga lo udah mau nampung gua di rumah lo."

Zhafran menghela nafas, ia sudah bosan mendengar kata 'Terimakasih' yang keluar dari mulut Revano.

"Santai Re. Gua gak papa kok. Justru gua kaya ngerasa punya adek cowok. Eh btw, masuk gih, lo baru mendingan gak baik berdiri lam-lama. "

Revano tersenyum. "Gua gak tau nasib gua gimana kalo gak ada lo sama Anya. Sekali lagi terimakasih."

Tuh kan, kata 'Terimakasih' lagi yang Revano ucapkan. Apa tidak ada kata lain? Sungguh, Zhafran ikhlas menolong Revano. Bukan kah kita sesama makhluk tuhan harus saling tolong menolong?

"Iya Re, Sama-sama. Udah gih masuk. Istirahat."

Revano mengangguk. "Lo yakin gak mau mampir? Minum dulu ke?"

Zhafran menggeleng. "Gua buru-buru kasian Anya. Gua duluan Re. Kapan-kapan kita ketemu lagi. Oh ya satu lagi, jangan sakit lagi ya? Sayangi tubuh lo sendiri."

Zhafran, lelaki itu menyalakan kembali mesin motornya. Setelah itu kembali menatap Revano dan menepuk pundak Revano sebanyak dua kali.

"Karena kalau bukan kita yang menyayangi diri kita sendiri siapa lagi? Dan jangan pernah merasa sendiri karena sesungguhnya Allah ada bersama kita. Jangan takut Re."

Revano terdiam.

"Gua pamit, Assalamualaikum."

"W-wa'alaikumsalam."

Zhafran melajukan laju motornya, meninggalkan pekarangan rumah Revano yang begitu terlihat sepi.

Setelah kepergian Zhafran, barulah Revano melangkah pelan, membuka pintu gerbang. Setelah itu, mulai memasuki lebih dalam area rumahnya. Tidak, lebih tepatnya rumah Laska. Sang papa.

Revano mengernyit saat melihat beberapa noda darah yang tercecer di halaman depan.

"Darah apa ini?" tanya Revano, setelah puas melihat noda merah itu. Revano membuka pintu utama, ia memasuki dalam rumahnya.

Mengapa terasa sepi?

Revano bodoh, tentu saja sepi. Andra dan Gara sudah pasti berada di sekolah. Pun dengan Laskar yang sedang berada di kantor.

"Ma..." panggil Revano dengan nada yang sedikit kencang. Semakin ia memasuki lebih dalam, semakin pula ia merasakan hawa yang tidak enak. Bau anyir begitu menyengat menusuk indera penciumannya.

"Mama dimana?" teriak Revano sesaat suara Nilam tidak juga terdengar.

Deg!

Nafas Revano terasa tercekat setelah melihat kekacauan yang ada di ruang tamu. Serpihan kaca begitu berserakan, di tambah dengan noda darah yang ikut mengotori lantai. Tidak hanya itu, di dekat kursi terdapat satu pisau yang di lumuri banyak darah.

Revano menggeleng, pikiran negatif tiba-tiba saja muncul di dalam benaknya. Perasaannya tidak enak. Dengan cepat, ia merogoh saku celananya, mengambil ponsel, untuk menghubungi seseorang.

GaReNdra (SELESAI)Where stories live. Discover now