1-UNTUK PERIHAL KEHILANGAN

466 35 0
                                    

Hai, selamat malam<3

Aku kembali mengajak kalian, untuk mengarungi kisah sederhana dari anak manusia biasa ini.

Apapun hasilnya, itu perihal takdir. Setidaknya, apa-apa yang ku rasakan, itu tersampaikan.

Selamat membaca💗

1. Untuk perihal kehilangan

Now playing :
Belum siap kehilangan-Stevan Pasaribu


Tahun ajaran baru...

Libur semester telah usai. Para pelajar kembali ke aktivitas semula. Bangun pagi, sarapan, berangkat sekolah, apalagi hari senin. Upacara bendera akan dilaksanakan kembali. Terik matahari juga sangat tidak bisa di toleransi. Ditambah amanat panjang dari kepala sekolah, membuat sebagian murid di SMA MANDALA menahan sumpah serapah nya.

Beberapa menit upacara, keadaan kantin seketika ramai. Prose belajar mengajar masih santai. Buktinya, banyak guru yang berdiam duduk di kursi empuknya, mengurus berkas-berkas penting, dan duduk sambil bersenda gurau dengan guru lainnya.

Sementara di pinggir lapangan basket sudah di isi beberapa cowok yang sibuk menggiring bola menuju ke ring. Tidak sedang bertanding, hanya sekedar bermain-main untuk menikmati jam kosong.

"Gam, nanti malam lo ke rumah gue. Sekalian ajak anak-anak basket yang lainnya juga!" Pinta laki-laki yang terlihat sudah membuka seragam putihnya hingga menyisakan kaos polos berwarna putihnya.

Agam Singgih Alamsyah, yang kerap di sapa Agam itu nampak mengerutkan keningnya.  Posisi keduanya tengah berada di pinggir lapangan siap untuk ikut bermain bersama murid lainnya.

"Ngapain? Ada acara?" Tanya Agam.

"Enggak ada. Lo pasti udah tau kan, kalau bulan ini bakalan ada turnamen basket antar sekolah. Nah, gue mau bahas itu entar malam, bisa kan?"

Agam manggut-manggut. "Aman," ucapnya sembari mengangkat satu jempolnya.

"WOII, DIKTA!! BURUAN MAIN, JANGAN BANYAK GAYA LO!" Teriak salah satu laki-laki yang berada dibawah tiang ring basket.

Dikta tertawa menanggapinya. Yang meneriakinya adalah Gabriel—teman sekelasnya, sekaligus partner bermain basketnya selain Agam.

"Bentar," balas Dikta. "Gam, entar lo aja yang suruh anak-anak basket," suruh Dikta.

"Iya, gue juga enggak sabar banget buat turnamen ini. Pokoknya mulai dari sekarang kita harus sering latihan."

Dikta mengangguk, sekaligus senang melihat semangat membara dari Agam. "Pasti, lah. Ini juga turnamen impian bagi kita semua."

Dikta Libra Bumantara—alias Dikta yang merupakan kapten basket Smandal. Jabatannya baru saja diterimanya beberaa bulan lalu.

Skillnya di olahraga basket, tidak boleh di ragukan. Basket sudah melekat dan mengalir dalam jiwanya sejak kecil. Turnamen tak pernah absen. Dan bersama tim-nya, ia selalu berhasil menyabet beberapa piala.

"Lah, tumben lo main basket, Gab? Biasanya jam segini lo udah ngebucin," tegur Agam, kala melihat kehadiran Gabriel saat sudah berada di dalam lapangan.

Deka, Dimas dan Gibran serempak tertawa dengan kerasnya. Mereka bertiga memang merupakan teman dekat Gabriel walaupun berbeda kelas.

"Biasa lah, udah putus, entar juga nyambung lagi," ejek Deka kemudian menyeka sudut matanya yang berair.

Agam tertawa kecil sedangkan Dikta tidak berekspresi sama sekali. Dikta bukanlah tipikal cowok dingin, cool, pendiam ataupun irit bicara. Hanya saja, ia memang tidak tahu banyak tentang kisah cinta Gabriel dan pacarnya.

PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang