28-KITA, HAMPIR SELESAI DISINI

13 2 1
                                    

Hai, selamat malam<3

How's your day?

Ketemu lagi di bab selanjutnya, dari cerita ini. Terima kasih, sudah bersedia untuk membaca.

Selamat membaca💗

Now Playing:
Langit Abu-Abu-Tulus


Selepas pulang melaksanakan shalat Isya secara berjama'ah di mesjid yang berada di area komplek perumahan, Dikta dan Bumantara ikut bergabung bersama dengan Oma dan Ziva. Tanpa membuka sarung dan baju kokoh, mereka langsung duduk di sofa sembari menikmati kue brownies buatan Oma dan Ziva.

"Tadi, di sekolah, gimana? Aman?" Tanya Opa kepada Ziva. Tangannya mengusap lembut rambut cucu perempuannya itu.

"Aman, sih, Opa. Gak ada kendala. Cuman akhir-akhir ini, udah gak intensif lagi belajarnya. Udah mau kelulusan, guru-guru lebih sering rapat untuk wacana ujian, banyak jam kosong, pihak yang di utus dari SMA mulai berdatangan untuk sosialisasi di sekolah," jelas Aira secara rinci.

Menjadi murid kelas 3 SMP, mungkin sudah sangat berbeda suasana nya. Masing-masing akan menentukan pilihan sekolah, tempat untuk melanjutkan pendidikan yang terbaik menurut mereka. Jurusan yang akan mereka tempuh juga sudah di pikirkan dengan matang. Konsekuensi nya juga di tanggung sendiri.

"Oh iya, jam pertama tadi, SMA Mandala datang buat sosialisasi juga di aula." Ziva beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menaiki anak tangga.

Tak berselang kemudian gadis itu datang, membawa brosur berwarna biru bercampur putih. Ziva langsung menyerahkannya kepada sang kakak. "Tadi di kasih brosur itu. Banyak banget temen-temen aku, yang tertarik buat sekolah di sana. Mereka juga kagum, sama perempuan ada di dalam brosur itu."

Itu, Aira. Bahkan namanya terpampang jelas tepat di bawah fotonya. Aira Senja Rinjani, yang lengkap mengenakan almamater khas SMA Mandala. Beberapa prestasi yang berhasil di torehkan para murid ikut serta memenuhi bagian kanan brosur tersebut.

"Kak Dikta tau, cewek yang ada di foto itu? Kayaknya namanya gak asing, deh," tanya Ziva mencoba mengingat ingat kembali.

"Iya, ini, kak Aira. Yang sering kakak ceritain," ucap Dikta.

Nama yang sangat sering ia perbincangkan dengan siapapun. Nama yang kerap kali terus menerus memenuhi isi kepalanya, terutama relung hatinya. Tidak sedikit pun ia memberikan ruang kepada lupa, untuk menghapus nama indah itu.

"Wah, cantik, berprestasi juga. Pasti banyak yang suka," sahut Opa menebak.

"Gabriel Aksara Margamahendra." Ziva terdengar mengeja sebuah nama yang tercantum di brosur tersebut. "Ini ganteng juga. Pinter, juara 2 paralel sekolah," lanjutnya.

Iya, itu Gabriel. Fotonya juga ikut terpajang bersebelahan dengan foto Aira.
____

Tepat pukul sepuluh malam Dikta sudah kembali ke kamar, begitupun dengan Ziva, Opa dan Oma. Mereka cukupkan perbincangan hangat di ruang keluarga tadi, dengan hasil bahwa Ziva akan melanjutkan masa sekolahnya di SMA Mandala. Tidak langsung tidur, Dikta hanya merebahkan tubuhnya di atas kasur sembari menatap layar handphone miliknya. Beberapa pesan di grup angkatan yang begitu membludak, tapi enggan untuk Dikta buka.

Beberapa pesannya untuk Aira juga sampai sekarang belum di balas. Mungkin saja, gadis itu sangat sibuk belajar untuk Olimpiade terakhirnya di SMA Mandala.

Suara ketukan dari luar membuat atensi Dikta teralihkan. "Masuk. Pintunya gak terkunci," ujarnya dengan lembut, mungkin itu Ziva, Opa ataupun maupun Oma.

PULANGWhere stories live. Discover now