10-SENANG-NYA HARUS SELALU

33 5 1
                                    

Hai, selamat sore<3

Ketemu lagi di bab selanjutnya, dari cerita ini. Terima kasih, sudah bersedia untuk membaca.

Selamat membaca💗

Now Playing

Gleen Fredly-Malaikat Juga Tahu

"Tapi, bukannya kak Dikta enggak suka lagu-lagunya Fiersa Besari sama Feby?" Sahut Ziva membalas ucapan Dikta.

Kakaknya itu baru saja mengumumkan bahwa ia akan menghadiri konser dan meminta izin kepada Opa dan Omanya. Sudah hal biasa kalau Dikta pergi menonton sebuah konser. Tetapi yang membingungkan adalah yang ditonton Dikta ini adalah bukan band andalannya.

Makan malam bersama, merupakan waktu yang pas dan lebih santai untuk meminta izin kepada Opa dan Oma nya.

"Iya, ya. Kamu kan sukanya Tulus, Dewa 19, Slank, Last Child, Padi, dan yang intinya kedua artis yang kamu sebutin tadi gak ada tuh masuk ke dalam daftar artis kesukaan kamu," timpal Bumantara heran.

Ia tahu betul, apa saja kesukaan cucunya itu. Jadi akan menjadi sebuah tanda tanya, jika ada sebuah hal yang baru di dalam cucunya itu.

"Ya, enggak pa-pa, sih. Mau nyoba yang baru aja, hehe..."

"Boleh, tapi selalu ingat kan, pesan Oma. Jangan sentuh rokok, atau sampai minum-minuman keras di sana," pesan Oma.

Dikta mengangguk dengan cepat. Sudah dari lama ia memegang prinsip itu, untuk tidak menyentuh barang-barang yang dianggap keren itu oleh sebagian anak muda. Padahal ayah dan om Damar itu perokok aktif, entah mengikut ke siapa, Bumantara saja bahkan tidak pernah berniat menyentuh benda-benda tersebut.

"Oh iya, Va. Kamu, enggak mau ikut? Kak Aira juga bakal ikutan, loh. Kamu penasaran kan, sama dia?" Dikta beralih menatap Aira.

Aira yang tengah menelan makanan yang ada di dalam mulutnya hanya membalas kakaknya itu dengan gelengan kepala. "Yahh, mau sih. Tapi, aku harus ikut pelatihan Olimpiade Matematika akhir-akhir ini. Jadinya aku agak susah bagi waktu."

Dikta mengangguk paham. "Yang semangat belajarnya, gak boleh terlalu kecapekan. Kerjain semampu kamu, dan gak usah terlalu berambisi untuk menang."

"Siap, kak. Terima kasih, ya!" Ucap Aira dengan lembut.

"Aira, ikut? Opa makin penasaran aja, sama sahabat kamu itu. Kapan-kapan, kenalin lah sama kita," sahut Bumantara penasaran.

"Iya, Opa."

"Ingat, ya, Nak. Jangan lupa, minta izin dulu sama orang tuanya. Pulang sebelum jam 9, jagain baik-baik Aira. Kita kan gak tau, niat orang di sana kayak gimana," imbuh Gina memperingati.

"Siap, Oma. Pasti itu, mah. Dikta gak berani juga bawa keluar anak orang tanpa seizin nya," ucap Dikta.

"Kak Dikta, jangan lupa foto bang Fiersa nya sama kak Feby, ya," pinta Ziva.

"50 ribu, satu foto." Dikta menaik turunkan alisnya.

Ziva melototkan matanya. "Iihhh, sama adik sendiri perhitungan banget, sih!"

"Tiket mahal, Va. Biar kakak bisa balik modal juga," balas Dikta.

"Opaa, liat nih kak Dikta..." Adu Ziva.

"Dikta, kamu ini. Suka banget gangguin adiknya. Fotoin atuh, ih. Kasihan kan adiknya gak bisa ikutan nonton. Biar bisa jadi penyemangat buat Olimpiade nya nanti." Bukan Opa yang menyahut melainkan Oma.

Dikta hanya menyengir lebar, lalu beralih menatap Ziva yang sudah cekikikan puas mendapatkan pembelaan dari Oma nya. Yang otomatis kakaknya itu tidak akan bisa meledeknya lagi.

PULANGWhere stories live. Discover now