25-DEKAT TAPI SEBENARNYA JAUH

12 2 1
                                    

Hai, selamat malam<3

How's your day?

Ketemu lagi di bab selanjutnya, dari cerita ini. Terima kasih, sudah bersedia untuk membaca.

Selamat membaca💗

Now Playing :
Itu Aku-Sheila On 7

Di sebuah ruangan dengan cat putih dan cokelat muda beradu menciptakan nuansa vintage di dalamnya. Ada satu bagian dinding yang diisi dengan bebera lukisan yang terpajang dengan rapi. Beberapa lemari yang di dalamnya terdapat banyak kamera, alat-alat gitar, lensa, dan buku-buku ikut serta.

"Gue juga bingung sih, sama Gabriel sekarang. Udah beda banget dari dia yang dulu," ucap Agam tidak habis fikir.

"Haus validasi? Maybe," tebak Dikta. "Akhirnya, dia menormalisasikan segala cara untuk dapat perhatian."

Laki-laki itu tidak sepenuhnya memperhatikan Agam. Melainkan tengah fokus dengan teropong miliknya mencari satu benda luar angkasa yang menjadi titik perhatiannya. Sebuah titik yang paling terang, bukan bintang, melainkan planet. Yaitu Saturnus.

"Tetapi bisa jadi, dia ada tekanan dari satu pihak, kan?" Agam ikut menebak. Laki-laki itu memegang sebuah gitar melodi berwarna biru milik Dikta.

Dikta mengangkat kedua bahunya. "Gue malas untuk urus hal begituan, Gam. Selama dia enggak ngusik hidup gue, selama itu pun gue gak mau tau tentang dia."

"Tapi mau gimana pun, Gabriel pernah jadi bagian dari kita, Ta. Kita pernah berjalan beriringan sama dia. Kita juga pernah janji, untuk sahabatan bertiga selamanya."

Dikta berhenti menatap teropong nya, lalu duduk di satu kursi sembari memangku laptop di pahanya. "Itu kan, pernah. Lagian dia sudah memilih untuk berjalan sendirian, kan. Percuma juga, Gam. Mempercayai seseorang yang lo sendiri anggap dia sahabat, tapi dia malah nganggap lo sebagai saingannya."

"Kalau memang begitu, apa bedanya dengan Aira, Ta? Lo jadiin dia sebagai prioritas, paling utama, segalanya, bahkan apapun lo lakuin untuk dia. Tapi dia malah jadiin lo sebagai second choice."

Seketika jari jemari Dikta yang bergerak diatas papan keyboard laptop terhenti. Ia dibuat tak berkutik dengan kalimat Agam yang begitu menohok dadanya.

****
Dua buah tiket konser Feby Putri sudah ada di tangan Dikta. Dengan penuh semangat dan rasa senang tentunya, setelah berhasil mendapatkan tiket tersebut dari hasil begadangnya semalam. Yang dimana tiket tersebut hampir habis terjual dikarenakan antusias para remaja dan orang dewasa begitu besar untuk melihatnya.

Di depan ruang kelas XII IPA 1 Dikta menunggu kehadiran seseorang di sana. "Nungguin, siapa?" Tanya Agam.

"Aira. Dia ada di dalam?" Agam menggeleng.

"Dia udah ke lab fisika, bareng pembina Olimpiade. Emang, kenapa?"

"Hah? Ngapain?"

"Lah, masa lo enggak tau, hari ini dia udah harus ikut pelatihan lagi. Kan, gue udah bilang kalau dia ikut Olimpiade lagi tahun ini," ujar Agam menjelaskan kembali.

Dikta memang sudah tau kalau Aira di ikutkan kembali dalam Olimpiade tahun ini. Smandal memang selalu berambisi untuk terus mempertahankan reputasinya, tidak peduli terhadap apa yang terjadi di dalam diri siswanya. Tetapi Dikta tidak tau, kalau hari ini Aira akan memulai pelatihannya.

"Mending, lo susul, aja di lab," suruh Agam.

Tanpa banyak bicara Dikta berlari untuk menuju ke lab Fisika. Sesampainya di depan ruangan tersebut bertepatan juga saat Aira bersama dengan ibu Tini yang merupakan pembina pelatihan Aira kali ini. Tidak mereka berdua saja, ada juga murid lain sejumlah dua orang.

PULANGWhere stories live. Discover now