18-MASIH ADA KENANGANNYA

12 3 1
                                    

Hai, selamat sore<3

Ketemu lagi di bab selanjutnya, dari cerita ini. Terima kasih, sudah bersedia untuk membaca.

Selamat membaca💗


Now Playing

Komang-Raim Laode

Hari minggu, pukul 2 siang, Dikta sudah berada di dalam sebuah gedung megah. Dimana ratusan penonton hadir untuk menyemangati sekolah mereka yang tengah mengikuti Olimpiade Fisika. Di tengah-tengah ruangan puluhan meja tersusun rapi yang di isi oleh murid perwakilan sekolah, dengan mengenakan almamater di setiap sekolah.

Acara tersebut sudah berlangsung sejak 1 jam yang lalu, dan sudah memasuki babak ke dua. Tinggal satu babak lagi untuk menentukan siapa yang berhasil membawa pulang piala.

Tiba-tiba seorang pemuda yang terlihat tergesa-gesa ikut duduk tepat di salah satu bangku samping kanan Dikta. "Loh, kak Dikta ada disini juga?" Tanya pemuda itu.

"Akbar, kan?" Dikta menunjuk pemuda itu. Akbar Dewangga—salah satu anggota baru eskul basket. "Lo, ngapain disini?"

"Kebetulan, adik gue ikut Olimpiade juga, kak. Sekalian deh, nonton sekolah kita, juga," ujar Akbar dengan ramah.

"Adik lo dari sekolah lain?" Akbar mengangguk membenarkan.

"Oh iya, bukannya hari ini, ada latihan gabungan, kak? SMA Rajawali sama SMA Nusantara, bakalan datang ke sekolahan kita. Kak Dikta, gak ikutan?"

Dikta mendadak cengo. Otaknya seketika nge-blank. "Serius lo, Bar?"

"Lah, ngapain gue bohong, kak. Gak ada untungnya. Bukannya semalam udah di infoin di grup Whatsapp, sama pak Adi? Tadi pagi juga masih di ingetin loh, sama kak Agam," jelas Akbar.

Sekujur tubuh Dikta terasa lemas. Pikirannya tiba-tiba buntu, untuk memikirkan apa yang harus ia lakukan. Sedari tadi pagi, ia tidak pernah menyalakan ponselnya. Bahkan semalam ia tidak sempat memegang benda tersebut, karena sudah kelelahan.

Bisa di pastikan pak Adi akan mengomelinya. Dan Agam? Entahlah, sahabatnya itu sudah kecewa untuk kesekian kalinya. "Terus, lo ngapain ada disini? Kok, gak ikutan sparing?"

"Gue udah minta izin, sama pak Adi semalam. Orang tua gue lagi keluar kota, gak bisa nemenin adik gue lomba. Jadi gue di suruh buat nemenin," jelas Akbar.

Dikta tetap diam dan terpaku. Ia menoleh ke arah depan dan matanya sedang tertuju kepada Aira. Tidak mungkin ia meninggalkan gadis itu sekarang juga. Tinggal selangkah lagi Aira akan menuju final, dan Dikta ingin mengikuti setiap langkah demi langkah perjuangan gadis itu.

Alhasil, ia tidak beranjak dari tempatnya dan tetap duduk mengamati lomba yang tengah berlangsung. Walaupun raganya masih ada di tempat itu, tetapi pikirannya sudah melayang jauh ke latihan gabungan yang diadakan pak Adi. Ribuan pertanyaan juga turut hadir di benaknya.

Bagaimana tim mereka sekarang? Apakah pak Adi sedang mencarinya? Apakah Agam bisa meng-handle segalanya? Rasanya kepala Dikta ingin pecah saja. Di sampingnya Akbar begitu tenang dan antusias melihat ke arah depan. Tempat para siswa andalan sekolah tengah memperebutkan kursi final.

****
"Terima kasih, ya. Lo, semua pada keren hari ini. Oh iya, terima kasih juga, atas jamuannya. Good luck, buat tim kalian," ucap Baron—kapten basket SMA Rajawali.

Agam mengangguk ramah. "Sama-sama. Sampai ketemu, kalian juga gak kalah keren hari ini. Kita harus ketemu, di turnamen selanjutnya, oke?"

Baron terkekeh pelan, sembari mengangguk. Laki-laki itu kemudian menarik pelan gas motornya hingga keluar dari gerbang besar SMA Mandala. Keadaan sekolah sudah terlihat begitu sepi. Agam menghela nafas panjang lalu mendudukkan bokongnya di atas jok motor. Tatapannya terpaku pada bola basket yang berada di kedua tangannya.

PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang