23-SEBENARNYA KITA APA?

22 2 1
                                    

Hai, selamat siang<3

Ketemu lagi di bab selanjutnya, dari cerita ini. Terima kasih, sudah bersedia untuk membaca.

Selamat membaca💗🪐


Now playing :

Untukmu Aku bertahan-Afgan


Pensi besar-besaran tiga hari lagi akan di adakan di lapangan Smandal. Lapangan besar tersebut sudah berdiri beberapa rangka panggung dengan segala pernak perniknya. Dan anak-anak Osis yang tak mengenal lelah terus bekerja untuk mensukseskan acara tersebut. Di ruang seni sendiri, alat-alat musik sedari tadi sudah berbunyi mengeluarkan melodi-melodi indahnya.

Band sekolah yang menjadi salah satu pengisi acara di pensi, sudah seminggu lebih berlatih dengan giat. Performa mereka belum bisa di katakan sempurna dan masih banyak yang perlu di benahi.

Raga yang memegang stik drum menyahut. "Ulang-ulang. Fokus dong, guys! Dari tadi banyak yang gak sinkron."

"Dari tadi kan, gue udah bilang. Lagu ini sulit bagi kita, yang baru lagi pegang alat musik dan gak pernah latihan," protes Yayat.

Sang vokalis Joshua pun menoleh ke belakang. "Gak, lagu ini gak susah. Kalau kita serius latihannya, gue yakin kita bisa, kok. Tinggal pelajarin chord sama ketukannya."

"Jo, kita gak bisa secepat itu untuk bisa. Perlu penyesuaian juga, baik itu sama melodinya, ketukan drum, terutama lo yang juga—"

"Ya, makanya lo perlu belajar. Kalau lo cuman sekedar liatin doang, ya emang gak bisa!" Joshua memotong ucapan Yayat.

"Tapi kalau belajar dengan penuh paksaan dan tekanan, gak bakalan mulus jalannya, Jo!"

"Siapa yang—"

"BISA DIEM, GAK!!" Di belakang Raga membanting stik drumnya ke lantai. Wajah laki-laki itu begitu memerah. Perdebatan Joshua dan Yayat yang tadinya memanas sekarang terhenti.

Dikta yang masih menggantungkan gitar melodi di lehernya, hanya bisa menghela nafas panjang. "Gue suruh lo semua cuman fokus, BUKAN ADU ARGUMEN! KALAU KALIAN BEGINI, GAK BAKALAN ADA HARMONISASI YANG TERCIPTA. LO MAU TAMPIL AMBURADUL DI DEPAN SEMUA ORANG?!"

"Kalau kalian bosan latihan, bilang! Masih banyak, anak eskul seni yang lebih bagus kualitasnya dan lebih sabar untuk latihan. Udah di kasih kesempatan, malah dibuat main-main!"

"Guys, udah! Ga, lo tenang dulu!" Lerai Dikta sembari melepas gitar dan meletakkannya kembali ke tempatnya semula.

"Duduk dulu," ucapnya lagi lalu mendudukkan dirinya di bangku piano yang ada di sampingnya.

Mau tidak mau Joshua dan Yayat sama-sama ikut duduk. Sudah satu minggu band ini sudah latihan tanpa Dikta yang memang pada waktu itu sedang sakit. Dan hari ini, hari pertama Dikta ikut latihan. Jauh-jauh hari ia sudah dikabarkan untuk di ikutkan dalam band sekolah. Tetapi ia belum tau bagaimana konsep yang akan di tampilkan nanti.

Jadi hari ini ia cukup kebingungan mengikuti dan mengimbangi permainan teman-temannya. "Awalnya, gue emang cukup kaget ketika denger kalian bawain lagu ini. Bukan meragukan kemampuan kalian, tetapi dalam waktu yang singkat ini, sepertinya kita gak bisa," ungkap Dikta.

"Kalian keren, dan permainan musik kalian juga udah mantap. Cuman gue mau, kita gak perlu untuk terlalu mempersulit diri. Gak apa-apa, kok, kalau lagunya sederhana, tapi pembawaan kita bisa memukau orang lain."

"Jadi, mau lo, gimana, Ta?" Sahut Raga.

Dikta tidak langsung menjawab, melainkan ia berdiri lalu menepuk pundak Joshua. "Jo, gue akui pemilihan lagu lo keren. Tapi, kita juga perlu menyesuaikan dengan kapasitas yang kita punya. Boleh, kan, kalau gue usul kita ganti lagu, aja?"

PULANGWhere stories live. Discover now