6-MENJAUH AGAR TERJAGA

53 6 3
                                    

Hai, selamat malam<3

How's your day?

Ketemu lagi di bab selanjutnya, dari cerita ini. Terima kasih, sudah bersedia untuk membaca.

Selamat membaca💗

Now playing :
Strong-One Direction

Bel istirahat menggema ke seluruh penjuru sekolah, menimbulkan ricuh di setiap kelas. Buru-buru keluar ingin ke kantin, bertujuan ke perpustakaan untuk mengembalikan buku pinjaman, keluar menemui pujaan hati, atau segera bermain dengan teman-teman yang lainnya. Semuanya punya tujuan masing-masing.

Tapi, berbeda dengan satu kelas yang masih sama-sama sibuk dengan isi bukunya. XI MIPA 1, yang tengah mengerjakan tugas fisika dengan deadline mepet, hari ini. Kepala mereka seakan sudah mengeluarkan asap, jika bisa dilihat.

"NYERAHH GUE, NYERAHH!!" Teriak Farhan sudah frustasi. Laki-laki itu mengacak-acak rambutnya melampiaskan kekesalannya karena tidak menemukan jawaban.

Untung saja guru yang mengajar fisika sudah keluar dari ruangan mereka. Sehingga bebas untuk melakukan apapun. Jaya menyerah, lantas menyandarkan punggungnya ke kursi.

"Sialan, buat yang nemuin pelajaran fisika. Bukannya membantu, malah mempersulit hidup," umpat Jaya.

"Hallah, lo mah, apa-apa sulit semua. Cuman pelajaran bahasa Indonesia aja yang lo anggap gampang," cebir Meisya si bendahara paling di benci di kelas XI MIPA 1.

Jaya melototkan matanya. "Diem deh, lo. Modal google aja bangga lo, huu..."

"Yang penting gue punya usaha, buat ngerjain. Enggak cuman ngeluh doang, wlee..." Meisya menjulurkan lidahnya ke arah Jaya, lalu mengipasi wajahnya dengan kipas bulu berwarna pink miliknya.

Jaya dan Meisya memang manusia yang ditakdirkan tidak pernah akur. Jaya kembali bersuara, "gue juga usaha, kali. Usaha yakinin temen gue, buat liatin tugasnya." Sekelas seketika riuh dengan suara tawa.

Perdebatan Jaya dan Meisya cukup menghibur mereka dari pusingnya memikirkan fisika. Tetapi, memikirkan kamu lebih sulit dibandingkan memikirkan fisika. Eh, ehh, kembali ke topik.

Dikta menghela nafas panjang, menutup pulpennya, kemudian menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Lo udah, Ta?" Tanya Agam, yang sebangku dengan Dikta.

Dikta hanya mengangguk. "WIHH, LIAT DONG, TA!!" Teriak Jaya dari belakang, dan langsung menghampiri meja Dikta.

Dikta mengangguk lalu memberikan buku tugasnya ke pada cowok tersebut. Jaya lantas menarik kursi di samping Dikta, lalu menyalin tugas milik Dikta. Berangsur-angsur para cowok yang sudah kelelahan dan tidak mendapatkan jawaban, ikut bergabung dan melihat tugas Dikta.

"Buset, Ta. Lo enggak kesel apa, tugas lo diliatin sama yang lain? Lo capek-capek ngerjain, malah mereka yang enak tinggal nyalin," tanya Arzila heran.

"Gue enggak rugi kok, Zil," ucap Dikta dengan santai.

Gabriel yang duduk di depan meja Dikta sepertinya tertarik dengan pembahasan tersebut. "Maksudnya, entar nilai lo turun, Ta. Masa lo yang capek belajar, malah mereka yang dapat nilainya," sela Gabriel.

Dikta tersenyum tipis. "Gue lebih mentingin ilmu, dibandingkan nilai."

"Maksudnya?"

Pembicaraan mereka pun di saksikan oleh Agam dan cowok-cowok yang melihat tugas milik Dikta. Arzila juga sudah menanti jawaban yang keluar dari mulut Dikta.

PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang