Pemberontak itu Pulang

23K 2K 139
                                    

"Kali ini saja, Kak Letta," mohon Fayra. Dia sudah memasang ekspresi andalannya kala menginginkan sesuatu, menirukan muka anak kucing terlantar yang hidupnya sengsara.

Sejak pagi buta dia datang ke rumah. Baru juga pintu dibuka, lututnya sudah terjun ke lantai. Bersimpuh memohon padaku. Bukan untuk tinggal serumah, bukan untuk minta uang, juga bukan untuk meminjam barang-barangku. Dia memohon agar aku mau kencan buta dengan seniornya. Setidaknya, bertemu dengan pria itu sekali saja.

"Senior kamu dokter, mapan, ganteng. Jadi dia bisa kencan dengan siapapun yang dia mau, Dek. Kenapa malah milih Kakak sih? Kamu nggak ngerasa aneh?"

Fayra yang tengah duduk di kursi bar yang ada di dapur menjawab dengan mulut penuh. "Mungkin selera dia bad girl. Kak Letta kan pernah viral gara-gara kesadisan Kakak."

"Gimana kalau selera senior kamu BDSM, Dek? Kakak nggak mainan begituan." Aku mengeluarkan roti dari panggangan lalu duduk dihadapan Fay yang telah mengunyah separuh isi kulkasku.

"Astaga, Kak. Gimana caranya gosong deh? Padahal dipanggang pake toaster! Ini nih kenapa aku nggak mau tinggal serumah sama Kak Letta." Bukannya menjawab tanyaku perkara seniornya, dia malah sibuk mengatai hasil masakanku.

Fayra mungkin bukan atlet lagi namun selera makannya masih serakus dulu. Karena kesukaannya pada makanan, dia jadi makhluk paling anti melihat masakan gagal. Itu pula yang sering membuatnya jengkel padaku. Keahlianku memasak memang dibawah rata-rata. Berbanding terbalik dengan keahlianku mendapatkan uang.

"Tadi masih putih rotinya makanya di-toast ulang." Aku mengoleskan selai ke roti setelah Fayra menggosok bagian yang gosong agar rontok.

"Ya timer-nya jangan disamain."

"Ini padahal yang makan bukan kamu. Gimana kalau kamu yang makan? Nggak bisa bayangin sepanjang apa omelannya."

Fayra tak menjawab. Dia menatapku sewot kemudian hanya fokus pada makanan di depannya. Beberapa menit khusyuk dengan kunyahan lalu dia kembali membicarakan seniornya. "Dia nggak mainan begituan, Kak. Senior gue maksudnya. Anaknya nggak aneh-aneh kok."

"Aku pikir kamu udah lupa perkara senior kamu, Dek."

"Tujuan utama aku ke sini kan memang memohon ke Kak Letta biar mau ketemu dia."

"Bukannya ngabisin isi kulkas di sini?"

Fayra mendelikkan mata beloknya. Tidak terima dengan tuduhanku. "Kalau Kak Letta mau, nanti aku kabarin seniorku. Akhir pekan ini, gimana?" dia sibuk menggulir ponselnya. Kembali memamerkan wajah seniornya yang tampan sempurna. "Kualifikasinya diatas standar, Kak Letta. Coba ketemu dulu, kalau nggak suka, kakak cukup bilang ke aku. Sisanya aku yang ambil alih."

"Akhir pekan ini ya?"

Fayra mengangguk antusias. punggungnya tegak. "Aku bakal langsung kabarin dia kalau Kak Letta oke."

"Makan malem doang kan?"

Gadis itu mengangguk mantap.

"Ya udah kalau gitu."

"Bener?"

"Iya. Waktu dan tempat, Kakak ngikut aja."

==

Aku memakai terusan berwarna cokelat. Menguncir kuda rambutku dan memakai riasan tipis agar tak kelihatan terlalu bersemangat. Ini adalah makan malam pertamaku dengan pria setelah menghentikan serangan perjodohan Mama setahun lalu.

Aku ingat bagaimana stres yang kualami kala itu. Bertemu pria baru tiap akhir pekan kemudian bertengkar dengan Mama keesokannya karena aku tak tertarik dengan pria yang dia sodorkan. Beberapa bulan yang melelahkan. Puncaknya, aku bertengkar hebat dengan Mama dan memutuskan keluar dari rumah. Aku jelas rindu omelan Mama begitu terpisah darinya namun kesehatan mentalku berangsur-angsur membaik. Tinggal sendirian ternyata mengisi energi baik bagiku yang introvert ini.

THE REBEL WHO STOLE MY FIRST KISSजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें