The Second Floor (1)

7K 1.1K 57
                                    

"Di makan Lett," suruh Tiara saat aku hanya memelototi nasi pecel yang diletakkan di meja kerjaku. Dia duduk di seberang meja kerjaku, berhadapan dengan Alva. Hanya terhalang meja kerja. Tiara kembali berfokus pada Alva. "Jadi, sejak kapan pacaran sama Letta?"

"Nggak pacaran Ti. Dia temennya adikku, Fayra. Harus dijelasin berapa kali sih?"

"Jadi, kamu kerja sebagai apa di ruko depan?"

Aku merasa Alva melihat ke arahku dan begitu mataku melirik padanya, dia langsung bicara. "Pemilik. Dua hidrolik buat konten, duanya lagi buat bikin segel drum. Satunya lagi pesenan orang."

"Wah. Ngonten, bikin segel drum, dan nerima pesanan hidrolik juga. Muda, tampan, dan kaya raya pastinya."

"Cukup buat nafkahin Letta dan anak-anak kami."

Aku mencengkeram garpu dan sendok yang sedari tadi hanya kugunakan untuk memainkan sarapan yang dibawa Alva. Berusaha menahan diri agar tak mencolok salah satu matanya dengan garpu.

"Jadi pindahin semua kerjaan ke sini tuh karena Letta?" tanya Tiara lagi. Kepo tingkat akut.

"Untuk cinta," jawabnya norak.

"Al!" seruku tak tahan. Berdiri dari kursi lalu melangkah melintasi ruangan untuk menghampirinya. Aku mencengkeram bagian leher sweetshirt-nya dengan tangan kananku kemudian menariknya keluar. Kami menuruni tangga lalu berhenti tepat di depan pembatas kaca yang menghalangi pandangan orang dari luar.

"Ini bukan taman bermain yang bisa kamu acak-acak seenaknya. Ini tempat kerjaku, Al. Kalau kamu pengen main-main, ke playground atau temuin temen sebaya kamu. Aku terlalu tua buat permainan kamu."

"Siapa yang main-main sih?"

Aku mencengkeramnya dengan dua tangan sekarang. Memperlihatkan padanya bahwa aku masih Violetta yang ditakuti seperti yang terdahulu. Dengan sekali sentakan, wajah Alva sudah sejajar dengan wajahku. "Kamu masih wajib manggil aku Kak Letta. Menghormati orang yang lebih tua adalah kewajiban bagi yang lebih muda."

Peringatan kerasku tak mendapat reaksi apa-apa dari Alva. Bocah itu hanya memandangiku lekat.

"Jangan pernah kamu berani-berani lagi datang ke tempatku sesuka hati kamu. Kalau kamu masih kurang ajar aku bakal-"

"Bakal apa?" tanyanya mengakhiri bungkam. "Bakal telepon Alea sama Chipmunk?"

"Kak Alea dan Kak Alvin. Namanya Alvin bukan chipmunk," kataku membenahi kesalahan yang diucap Alva.

Yang mengesalkan, bukannya ketakutan karena peringatanku, kilatan mata Alva seolah menantangku balik. Dia maju selangkah demi selangkah. Membuat kakiku serta merta mundur. Bergerak lebih dulu sebelum otak memerintah.
"Telepon aja kalau bisa. Aku yakin nomor kamu sudah diblokir sama mereka," beritanya. Entah kenapa dia mendadak pintar. Alva masih bergerak maju, mendorongku sampai ke belakang. Alva baru berhenti ketika aku telah terpojok di bawah tangga menuju lantai dua. "Jadi kamu mau ngapain aku?" tantangnya.

Entah karena tersudut dipojokan atau karena ekspresi bandelnya bisa kulihat jelas tepat di depan mataku, nyaliku menciut. "Kamu, kamu, kamu tuh nggak bisa seenaknya begini." Aku tergagap. Harga diriku hancur berkeping-keping rasanya. Di mana Letta yang gahar dan mengerikan?

"Ya kan dalam edisi ngejar-ngejar kamu. Kalau nggak mau dikejar jadi pacarku saja."

"Jadi pacar kamu memang bakal bikin kamu stop datang seenaknya tapi tingkat ganggunya bakal lebih parah."

"Belum juga dicoba, Let."

"Nggak. Kamu tahu nggak sih, nggak tuh artinya nggak. Mundur. Jangan malah ngeyel."

"Lagian kalau kita pacaran memang ganggunya aku kayak gimana?"

Aku jelas ingat kejadian ketika Alva mencuri ciuman pertamaku. Kami tidak pacaran waktu itu. Tidak ada hubungan spesial. Bisa dibayangkan, kan, kalau sampai kami pacaran. Tak ada status saja kelakuan sudah mirip Incubus apa kabar kalau statusnya pacaran. Sayangnya, pemikiran itu hanya menari di kepala. Mulutku hanya mampu terbuka tertutup, tak ada kata yang keluar dari sana.

Sepasang matanya menyipit sebelum ia menyeringai. "Kakak satu ini lagi mikir mesum ya?"

Aku spontan memindahkan cengkeraman tanganku ke telinga Alva lalu menariknya sekuat tenaga. "Jangan kurang ajar kamu, Al, sama orang tua."

==

CILUKBA!

CILUKBA!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE REBEL WHO STOLE MY FIRST KISSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang